Entri yang Diunggulkan

Makalah kebersihan lingkungan

KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan makhluk yang serba indah. Dengan rahmat dan hidayah-Nya saya dapat me...

Jumat, 21 Desember 2012

Penyulit Kala III Persalinan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Angka kematian ibu ( AKI ) di Indonesia saat ini menjadi permasalahan yang sangat serius dan masih tertinggi di Asia. AKI Indonesia tahun 2007 adalah 307/100.000 kelahiran hidup ( SDKI, 2007 ). Dengan perhitungan ini, diperkirakan setiap jam dua orang perempuan mengalami kematian karena hamil atau melahirkan akibat komplikasi pada masa hamil atau persalinan. AKI pada proses persalinan dan kehamilan cukup tinggi. Bahkan target dari Millenium Development Goals ( MDGs ) adalah menurunkan AKI di Indonesia sebanyak 75% pada tahun 2015. Dengan demikian ditargetkan penurunan hingga 102/100.000 kelahiran hidup pada 2015.
Enam penyebab tingginya angka kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, eklampsia, aborsi tidak aman ( Unsafe abortion ), partus lama, dan infeksi. Faktor lain yang meningkatkan AKI adalah buruknya gizi perempuan, yang dikenal dengan kekurangan energi kronis ( KEK ) dan anemia.
Persalinan dan kelahiran merupakan suatu kejadian fisiologis yang normal dalam kehidupan manusia. Lebih dari 80% proses persalinan berjalan normal, dan hanya 15-20% terjadi komplikasi persalinan. Namun jika tidak ditangani dengan baik, angka kejadian komplikasi tersebut dapat meningkat.
Salah satu penyebab penyulit pada kala III adalah atonia uteri dan retensio plasenta.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum dini ( 50% ), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi post partum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan post partum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang  memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tdak berkontraksi.
Sedangkan retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi.Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan,infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degenerasi ganas korio karsinoman ( Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, hal 300 ).
Atonia uteri dan retensio plasenta masih sebagai satu penyebab terbesar terjadinya perdarahan post partum dan kematian maternal ,maka dari itu perlu penanganan yang tepat.

B.    Tujuan
1.    Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui tentang Penyulit kala III persalinan ( atonia Uteri dan Retensio Plasenta )
2.    Tujuan Khusus
a.    Mengetahui tentang pengertian dari atonia uteri dan retensio plasenta
b.    Mengetahui etiologi  atonia uteri dan retensio plasenta
c.    Mengetahui tanda dan gejala , diagnosis serta penatalaksanaan pada kasus atonia uteri dan retensio plasenta.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Atonia Uteri
1.    Pengertian
Atonia uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi  kegagalan uterus dalam berkontraksi dengan baik setelah persalinan, sedangkan atonia uteri juga di definisikan sebagai tidak adanya kontraksi uterus segera setelah plasenta lahir.
Sebagaian besar perdarahan pada masa nifas ( 75-80% ) adalah akibat adanya atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500-800 ml/menit, sehingga kita bisa bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi selama beberapa menit saja maka akan menyebabkan kehilangan darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter saja.
Atonia uteri ( relaksasi otot uterus ) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri ( plasenta telah lahir ). ( JNPKR, Asuhan Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002 )

2.    Etiologi
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan factor  predisposisi ( penunjang ) seperti :
a.    Overdistention uterus seperti : gemeli makrosomia, polihidroamnion, atau paritas tinggi
b.    Umur yang terlalu muda atau terlalu tua
c.    Multipara dengan jarak kelahiran pendek
d.    Partus lama / Partus terlantar
e.    Malnutrisi
f.    Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus
3.    Tanda dan Gejala
a.    Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak lagi sebagai anti pembeku darah.
b.    Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting / khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
c.    Fundus uteri naik
Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan menggumpal
d.    Terdapat tanda-tanda syok
Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ektremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain

4.    Diagnosis
a.    Data Subjektif
Ibu mengatakan merasa mules pada perut bagian bawah.
b.    Data Objektif
Pemeriksaan fisik : Uterus tidak berkontraksi dan lunak serta terjadi perdarahan  segera setelah plasenta dan janin lahir

5.    Penatalaksanaan
a.    Masase dan Kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan.
Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik)
1)    Gunakan sarung tangan DTT panjang
2)    Bersihkan vulva dan perineum dengan cairan antiseptik
3)    Kosongkan kandung kemih
4)    Mengeluarkan semua bekuan darah atau selaput yang mungkin masih tertinggal
5)    Segera memulai kompresi bimanual internal
a)    Masukkan tangan yang memakai sarung tangan ke dalam vagina secara obstetrik
b)    Kepalkan tangan pada forniks anterior
c)    Tekankan tangan yang ada dalam vagina dengan mantap
d)    Tekankan tangan luar pada perutdan gunakantekanan melawan kepalan tangan yang berada di dalam vagina secara bersamaan
e)    Tahan dengan mantap
6)    Kontraksi pertahankan tekanan selama 2 menit, lalu dengan perlahan tariklah tangan keluar. Jika uterus berkontraksi , teruskan pemantauan.
7)    Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, suruhlah anggota keluarganya untuk melakukan kompresi bimanual ekternal (KBE) sementara kita member injeksi methergin 0,2 mg IM dan memulai infuse IV ( RL dengan 20 IU oksitosin / 500 cc terbuka lebar / guyur ).
8)    Jika uterus tetap tidak berkontraksi lanjutkan kembali KBIsegera setelah kita memberikan injeksi methergin dan memulai infuse IV.
9)    Jika uterus belum juga mulai berkontraksi setelah 5-7 menit, segeralah perujukan dengan IV tetap terpasang dengan laju 500cc/ jam hingga tiba di tempat perujukan atau jumlah seluruhnya 1,5 liter diinfuskan. Lalu teruskan dengan laju infuse 125 cc / jam.
b.    Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan postpartum banyak, maka penganganan awal yaitu resusitasi dengan oksigen dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, jumlah urin, dan saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
c.    Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infuse dengan RL 20 IU per liter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU IMM. Perdarahan postpartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan aktif yang terjadi.
d.    Uterine lavage dan uterine packing
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan ,pemberian air panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter salin 470C-500C langsung kedalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan tekanan maksimumpada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penangan ini dan antibiotika broad-spectrum harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan resusitasi cairan dan transfuse darah masuk. Uterine packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukan operasi.
e.    Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%.
1)    Ligasi arteri Iliaka Interna
Identifikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral parallel dengan garis ureter.setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri dan dengan menggunakan benang non absorbable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi. Resiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
2)    Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “ brace suture “, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan postpartum akibat atonia uteri.
3)    Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan postpartum masih yang membutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 100.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
4)    Ligasi arteri uterine
Benerapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi arteri uterina dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterine diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterine, masuk ke miometrium keluar dibagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterine. Saat ,melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika uterina, ligasi kedua dilakukan bilateral ipada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina diatas.Ligasi ini harus mengenai sebagian besar arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam 10-15 menit. Biasanya sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan secara sempurna. Bila uterus refrakter oksitosin dan perdarahan tidak berhenti setelah kompresi bimanual maka harus dilakukan tindakan terakhir yaitu histerektomi.

B.    Retensio Plasenta
1.    Pengertian
Retensio plasenta adalah tertahannya plasenta atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir ( Pelayanan  Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178 ).

2.    Etiologi
a.    Fungsional
1)    His kurang kuat
2)    Terhalang oleh kandung kemih yang penuh
3)    Plasenta sulit terlepas, karena :
Tempatnya     :  Insersi di sudut tuba
Bentuknya    :  Plasenta membranacea, plasenta anularis
Ukurannya    :  Plasenta yang sangat kecil
Plasenta yang sukar lepas karena sebab-sebab tersebut di atas di sebut plasenta adhesiva
b.    Patolog – Anatomis
1)    Plasenta akreta, plasenta inkreta dan plasenta perkreta ( Obstetri Patologi, hal 236 ).
a)    Plasenta Adhesiva
Adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b)    Plasenta Akreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
c)    Plasenta Inkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau memasuki miometrium
d)    Plasenta Perlireta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e)    Plasenta Inkarserata
Adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri yang disebabkan oleh kontraksi osteuni uteri.
2)    Plasenta belum lepas dari dinding uterus
3)    Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan ( disebabkan  karena tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III )
4)    Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korealis menembus desidua sampai miometrium sampai dibawah peritoneum ( plasenta akreta – perkreta )

3.    Tanda dan Gejala
a.    Terjadi perdarahan segera
b.    Uterus tidak berkontraksi
c.    Tinggi fundus uteri tetap atau tidak berkurang
d.    Plasenta belum lahir selama 30 menit setelah bayi lahir

4.    Diagnosis
a.    Data subjektif
Ibu mengatakan perutnya terasa mulas  dan plasenta belum lahir


b.    Data objektif
Pemeriksaan Fisik : Palpasi pada daerah perut didapatkan uterus tidak teraba bulat dan keras kontraksi kurang baik, TFU 1 jari diatas pusat dan vesika urinaria teraba agak menonjol serta terjadi perdarahan segera setelah anak lahir ( postpartum primer )

5.    Penatalaksanaan
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta dilakukan apabila plasenta belum lahir dalam ½ - 1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi apabila disertai perdarahan.
Tindakan penanganan retensio plasenta :
a.    Memberikan informasi kepada ibu dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
b.    Mencuci tangan secara efektif
c.    Melaksanakan pemeriksaan umum
d.    Mengukur vital sign, suhu, nadi, tekanan darah dan pernafasan
e.    Melakukan pemeriksaan kebidanan seperti inspeksi, palpasi, periksa dalam
f.    Memakai sarung tangan steril
g.    Melakukan vulva hygiene
h.    Mengamati adanya gejala dan tanda retensio plasenta
i.    Bila plasenta tidak lahir dalam 30 menit sesudah lahir atau terjadi perdarahan sementara plasenta belum lahir maka berikan oxytocin 10 IU IM
j.    Pastikan bahwa kandung kencing kosong dan tunggu terjadi kontraksi, kemudian coba melahirkan plasenta dengan menggunakan peregangan tali pusat terkendali
k.    Bila dengan tindakan tersebut plasenta belum lahir dan terjadi perdarahan banyak, maka plasenta harus dilahirkan secara manual plasenta
l.    Berikan cairan infuse NACL atau RL secara guyur untuk mengganti cairan

Manual Plasenta
a.    Memasang infuse cairan dekstrose 5 %
b.    Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam keadaan suci hama
c.    Teknik : Tangan kiri diletakkan di fundus uteri ,tangan kanan dimasukkan dalam rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta dilepas-disisihkan dengan tepi jari-jari tangan – bila sudah lepas ditarik keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka – luka atau sisa-sisa plasenta dan bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan lahir ( uterus ) dan membawa infeksi


BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pada umumnya perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu ( 40% - 60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan biasa di akibatkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta.Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus. Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan tapi jika lepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikai untuk mengeluarkannya.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum dini ( 50% ), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi post partum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini.

B.    Saran
Diharapkan dengan mempelajari kasus ini kita dapat lebih memperhatikan dan waspada terhadap perdarahan yang terjadi pada kala III. Agar kita terutama tenaga kesehatan dalam hal ini bidan dapat lebih tanggap dan ikut berpartisipasi dalam menekan angka kematian ibu di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri Fisiologis dan Patologis, Jilid 1 edisi II, Jakarta : EGC 19998.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan,Yayasan Bian Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. 2002
Sarwono,Prawirohardjo. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Sastrawinata. R. Sulaeman. 1984. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar offset.
Sastrawinata, Sulaeman. 1987. Obstetri Fisiologis. Fakultas Kedokteran UNPAD : Jakarta.
Tim Revisi. Asuhan Persalinan Normal Revisi 2007. JNPK-KR : Jakarta 2007.
Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar