Entri yang Diunggulkan

Makalah kebersihan lingkungan

KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan makhluk yang serba indah. Dengan rahmat dan hidayah-Nya saya dapat me...

Jumat, 21 Desember 2012

Makalah Mioma Uteri

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Masalah kesehatan ibu saat ini, merupakan suatu tantangan yang cukup besar di Indonesia. Tingginya angka kesakitan ibu tidak terlepas dari beberapa faktor diantaranya diagnosa karena tanda-tanda  dan gejala yang masih banyak kurang dipahami/kurang diketahui, kurangnya pengetahuan ibu, pencegahan jarang disosialisasikan dan penanganannya yang terlambat / fasilitas yang kurang. Salah satu penyebab angka kesakitan ibu adalah, adanya penyakit dan kelainan tidak langsung yang menyertai kehamilan, yaitu, myoma uteri.
Insiden myoma yang mempersulit kehamilan adalah 1 dalam 200, tetapi kebanyakan myoma tersebut kecil dan tidak menimbulkan masalah. Komplikasi yang terjadi tergantung pada jumlah, ukuran, dan posisi myoma di dalam uterus. Dengan adanya neoplasma jinak yang paling umum pada fraktus genitalia ini akan saling berkaitan, dengan kehamilan dan persalinan. Dimana kehamilan dan persalinan berpengaruh pada mioma uteri dan mioma uteri mempengaruhui kehamilan dan persalinan. Oleh karena itu, kehamilan pada myoma uteri memerlukan pengamatan yang cermat.
Selain itu penyebab dari myoma uteri itu sendiri belum jelas kebenarannya. Berdasarkan basil penelitian semua hasilnya masih sebatas perkiraan-perkiraan saja. Yang pasti myoma uteri merupakan salah satu dari sekian banyak penyakit yang menjadi momok tersendiri bagi kaum wanita.

B.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas kami membuat makalah mengenai myoma uteri yang diambil, dari beberapa pustaka bersama kesimpulan dari beberapa pustaka tersebut disertai ASKEB sebagai asuhan pada penderita Myoma Uteri

BAB II
PEMBAHASAN

A.    DEFINISI
 Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat sehingga dalam kepustakaan disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid.
Mioma Uteri (Fibromtoma, Fibroid). Mioma merupakan tumor yang paling umum pada traktus genitalia. Mioma terdiri atas serabut-serabut otot polos yang diselingi dengan untaian  jaringan ikat, dan dikelilingi kapsul yang tipis.
a.    Miometrium
     Neoplasma jinak ini berasal dari otot  uterus dan jaringan ikat yang rnenumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibrbmioma, leiomioma, atau pun fibroid.
b.    Fibroid / fibro myoma
    Myoma uteri yaitu pertumbuhan sel miometrium yang immature. Penyakit ini timbul dan tumbuh secara perlahan. Bila banyak mengandung sel otot maka konsistensinya lunak, sedangkan bila mengandung banyak jaringan ikat (fibroid ) maka konsistensinya kenyal.
c.    Leimyomata (Fibroid)
    Tumor jinak tersebut berasal dari dinding otot uterus. Ukuran bervariasi, dari sangat kecil sampai sangat besar yang mengisi pelvik dan abdomen, dapat tunggal atau multipel.
Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya, sehingga dapat dalam bentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak karena otot rahimnya dominan. Kejadian mioma uteri sukar ditetapkan karena tidak semua, mioma uteri memberikan keluhan dan memerlukan tindakan operasi. Sebagian penderita mioma uteri tidak memberikan keluhan apapun dan ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan.
d.    Leiomiowa
Tumor uterus jinak tak berkapsul, berbatas tegas Otot polos dengan beberapa elemen jaringan penyambung fibrosa (Scott, James R, dkk, 2002 : 484)
B.    ETIOLOGI
Pada dasarkan penyebab myoma uteri ini sebelumnya diketahui secara pasti dan belum jelas. Namur dari perkiraan sementara, penyebabnya yaitu adanya sel-sel otot miometrium yang belum matang (immature). Perkiraan lainnya yaitu ada hubungannya dengan pengaruh estrogen. Dimana, terjadinya tumor yaitu mulai dari adanya, benih-benih multiple yang sangat kecil dan tersebar di miometrium. Benih-benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progresif dibawah pengaruh estrogen, dan jika tidak terdeteksi dini maka akan membentuk tumor yang berat. Dan setelah menopause, ketika estrogen tidak lagi diskresi dalam, jumlah yang banyak, myoma cenderung mengalami otrofi.
C.    KLASIFIKASI
1.    Pengaruh Kehamilan dan Persalinan pada, Mioma Uteri
    Meningkatnya vaskularisasi uterus ditambah dengan meningkatnya kadar estrogen   msirkulasi sering menyebabkan pembesaran dan pelunakan mioma.
    Degenerasi merah dan degenerasi karnosa
    Terjadinya torsi dengan tanda dan gejala sindrom abdomen akut.
    Infeksi dan necrosa dari myoma
2.    Pengaruh Mioma pada Kehamilan dan Persalinan
    Subfertil sampai infertil
Pada umumnya wanita yang menderita myoma uteri ini akan menjadi infertil. Hal ini     dapat disebabkan oleh karena :
-      Hambatan pada jalannya telur
-     Gangguan ovulasi karena kadar estrogen yang tinggi
-     Gangguan implantasi
    Abortus
Dapat menyebabkan abortus karena:
-   Gangguan nutrisi
-    Gangguan vaskularisasi placenta
-    Penekanan oleh myoma yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan menyebabkan late abortion (partus immaturus)
    Kelainan letak janin dalam rahim (malpersentasi)
    Distosia tumor yang menghalangi jalan lahir
    Iersia uteri pada kala I dan kala II
    Atonia uteri
    Kelainan letak plasenta
    Plasenta sukar lepas
    Menghalangi kemajuan persalinan karena letaknya pada servik uteri
    Perdarahan pasca persalinan karena adanya gangguan mekanik dalam fungsi  miometrium
    Mengganggu involusi dalam masa nifas
    Menyebabkan placenta previa dan placenta accreta
    Prematuritas (karena kapasitas uterus menurun)
    Intrauterine fetal death
D.    PATOLOGI
Tumor ini hampir selalu berasal dari miometrium dan dapat tumbuh ke berbagai arah.
Menurut letaknya, mioma terdiri dari:
1.   Mioma Submukosum.
          Tumbuh tepat di bawah endometrium hingga ke dalam rongga uterus. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan pada pola menstruasi. Mioma jenis ini sering mempunyai tangkai yang panjang sehingga menonjol melalui cervix dan vagina atau disebut myomageburt.

2.    Mioma Interstisial atau Intramural
        Merupakan jenis yang sering terdapat di dalam dinding uterus diantara serabut miometrium. Jika besar atau multiple, dapat menyebabkan pembesaran uterus dengan berbenjol-benjol.
3.  Mioma Subserosum
    Tumbuh keluar dinding uterus dan letaknya di bawah tunika serosa. Kadang vena yang ada di permukaan pecah dan menyebabkan perdarahan intraabdominal. Dapat bertangkai atau melayang dalam ovum abdomen. Myoma sabserosa yang bertangkai dapat mengalami torsi.
4.  Mioma Intraligamenter
    Tumbuh keluar ke dalam ruang diantara ligamentum latum yang dapat menekan ureter dan A. Iliaca.
5.  Mioma Servikal
    Merupakan fibroid tungkai dan menyebabkan distorsi  serviks yang sering disertai disminorhoe. Jika terlalu besar dapat menekan kandung kemih dan rectum. Jika pasien hamil akan terjadi kesulitan dalam persalinan.
6.  Mioma Leiomyomatosis
    Tejadi karena penyebaran tumor melalui pembuluh darah setelah, menyerang saluran vaskuler.
Perubahan sekunder pada myoma, uteri sebagian besar bersifat degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke myoma uteri. Perubahan sekunder tersebut meliputi :
1.      Atrofi
        Sesudah menopause atau hamil mioma uteri akan  menjadi kecil.
2.      Degnerasi Hialin
    Perubahan ini sering terjadi terutama  pada penderita berusia lanjut. Tumor akan kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil,seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
3.      Degenarsi kistik
    Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar. Dapat juga terjadi  pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
4.     Degenarasi membatu (Calcireous degeneration)
    Terjadi pada wanita usia lanjut oleh adanya gangguan dalam sirkulasi. Karena adanya pengedapan pada sarang mioma oleh garam kapur sehingga mioma menjadi keras.
5.      Degenarasi merah (corneuus degeneration)
    Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis: diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haul, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penarnpilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.
6.      Degenarasi lemak
    Jarang terjadi dan merupakan kelanjutan dari degenerasi hialin

E.    GEJALA DAN TANDA
    Gejala Primer
o    Perdarahan abnormal, karena meluasnya permukaan endometrium dalam proses menstruasi dan adanya gangguan kontraksi otot rahim. Perdarahan abnormal tersebut antara lain : menoragia dan metroragia
o    Nyeri abdomen
o    Gejala dan tanda penekanan, dimana akibat adanya penekanan oleh rahim yang membesar dapat terjadi
-  Penekanan pada kandung kemih yang menyebabkan pollari
-  Penenakan pada uretra dapat menyebabkan rotensia urine
-  Penekanan pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis
-  Penekanan pads rectum dapat menyebabkan obstipasi
-  Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan yaitu abortus spontan
    Nyeri pada pinggul yang menyebabkan gangguan pada saat berhubungan   seksual (coitus)
    Tanda fisik
-   Dengan adanya massa pada abdomen sangat teraba jelas
-   Pembesaran uterus dengan pergeseran abdominal,
    Gejala Sekunder
-    Anemia, karena perdarahan yang banyak
-    Lemah
-    Pusing
-    Sesak nafas
F.   Penanganan
Beberapa tindakan yang dapat ditempuh jika terdapat mioma uteri yaitu :
a.    Pemeriksaan secara berkala untuk melihat perkembangan mioma uteri.
b.    Pemberian obat-obatan antara lain gonadotropin-realising hormone (GnRH) agonist, androgen, kontrasepsi oral atau progestin, clan NSAIDs.
c.    Histerektomi, yaitu operasi pengangkatan uterus.
d.    Miomektomi, yaitu operasi untuk mengangkat mioma, ada tiga macam yaitu miomektomi abdominal, miomektomi laparoskopi, clan miomektomi histeroskopi.
e.    Embolisasi arteri uterus, yaitu suntikan untuk menghentikan suplai darah ke jaringan mioma, sehingga mioma mengecil.
f.    Pembedahan ultrasonik terfokus.)
G.     Penatalaksanaan
1. Konservatif dengan pemeriksaaan periodik
    Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun terutama apabila, mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan keluhan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3 – 6 bulan. Dalam menopause dapat terhenti pertumbuhannya atau mengecil. Apabila mioma besarnya sebesar kehamilan 12-14 minggu apalagi disertai pertumbuhan yang cepat sebaiknya dioperasi, walaupun tidak ada keluhan. Dalam decade terakhir ada usaha mengobati mioma uterus dengan GnRH agonist (GnRHa).   
      Pemberian GnHRa (buseriline acetate) selama 16 minggu pada mioma uteri rnenghasil degenerasi hialin di miometrium hingga uterus, menjadi lebih kecil. Akan tetapi bila dihentikan dapat tumbuh kembali di bawah pengaruh estrogen karena mioma itu masih mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi tinggi.
2.      Radioterapi
-  Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi
-  Uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan
-   Bukan jenis submucosa
-   Tidak disertai radang pelvis, atau penekanan pada rectum
-   Tidak dilakukan pada wanita muda (dapat menyebabkan menopause)
Jenis radioterapi
       -   Radium dalam cavum uteri,
       -    X – trai pada ovum (castrasi)
    -   Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada keganasan pada   uterus.

3.   Myomektomi
    Adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus sehingga pasien masih bisa hamil. Jika menyebabkan infertilitas dikerjakan myomektomi sebelum kehamilan. Boleh dikerjakan pada kehamilan bila tenyata terpaksa yaitu karena menyebabkan komplikasi
 ●  Kerugian
-  Melemahkan dinding uterus – rupture uteri pada waktu hamil
-   Menyebabkan perlekatan
-   Residif
4.   Hyterektomi
    Hysterektomi yaitu operasi pengangkatan uterus. Dapat dilaksanakan per abdomen atau pervaginam Dilakukan pada :
-   Myoma yang besar
-   Multipel
Pada wanita muda sebaiknya ditinggalkan 1 atau kedua ovarium   maksudnya :
a.  Menjaga jangan terjadi menopause sebelum waktunya
b.  Menjaga gangguan coronair atau aeroteroselerosis umum, Indikasinya :
-   Anak sudah cukup
-   Anak sudah tua
-   Ada keluhan penekanan yaitu : retensi urine, penekanan saraf



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
a.    Mioma uteri atau disebut liomioma, fibromioma dan fibroid adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat dengan ukuran bervariasi.
b.    Menurut, hasil pemantauan ultrasonografik kemungkinan akurat pertumbuhan mioma tidak dapat dibuat, meningkatnya vaskularisasi dan estrogen menyebabkan pembesaran dan pelunakan mioma, mengalami degradasi, terjadi torosi dan infeksi.
c.    Pengaruh mioma pada kehamilan dan persalinan : subfertil – fertile, abortus, kelainan   letak janin, distorsi tumor, insersia uteri kala I dan II, anatonia uteri dan lain-lain.
d.    Menurut letaknya, mioma terdiri dari : submukosum, interstisila, subserosum,      intaligamenter, servikal, leiomyoma tosis.Perubahan sekunder meliputi : atrofi, degenerasi hialin, degenerasi kistik, degenerasi membatu, degenerasi merah, degenerasi lemak.
e.    Gejala primer : perdarahan abnormal, nyeri abdomen, gejala dan tanda  penekanan, abortus spontan, nyeri panggul. Gejala Sekunder : anemia, lemah, pusing, sesak nafas.
f.    Untuk membantu mengegakkan dugaan klinis . yaitu dengan : pemeriksaan bimanual,USG abdominal klinis dan transvaginal, pemeriksaan ultrasound pelvic, dan uterus sonde.
g.    Komplikasi myoma uteri degenerasi ganas, torsi.
h.    Penatalaksanaan : Konservatif, radioterapi, myomektomi, hysterektomi.
B. Saran
Sebagai wanita kita harus banyak mengetahui tentang bagaimana cara menjaga dan merawat tubuh dengan baik, terlebih khusus dalam perawatan organ reproduksi agar proses reproduksi berjalan dengan baik tanpa ada gangguan maupun kelainan pada organ reproduksi tersebut.

KATA PENGANTAR
          Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul:
“MIOMA UTERI”
            Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Majene, 11 Oktober 2012

Penulis

PERDARAHAN KALA IV PRIMER

A.    Defenisi
Yang dimaksud perdarahan pasca persalinan secara tradisional ialah perdarahan yang melebihi 500 cc pada kala III. Perdarahan pasca persalinan sekarang dapat dibagi menjadi :
1.    Perdarahan pasca persalinan dini ialah perdarahan ≥ 500 cc pada 24 jam pertama setelah persalinan.
2.    Perdarahan pasca persalinan lambat ialah perdarahan ≥ 500 cc setelah 24 jam persalinan.
Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab pentingnya kematian ibu ¼ dari kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan (perdarahan pasca persalinan, placenta pravia, sulusio plasenta, kehamilan ektopik, abortus dan ruptur uteri).
Bila perdarahan pasca persalinan tidak menyebabkan kematian, kejadian ini mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga sangat penting untuk mencegah perdarahan yang banyak.
Faktor predisposisi dan etiologi perdarahan pasca persalinan, yaitu :
1.    Trauma fratetes benitalis à episiotomi yang luas, laserasi jalan lahir, dan ruptur uteri.
2.    Perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
a.    Perdarahan atonis
•    Anestesi umum
•    Overdistensi uterus, seperti kehamilan kembar, hidranilon atau anak besar.
•    Partus lama
•    Partus presipitatus
•    Paritas tinggi
•    Infeksi korion
b.    Retensi plasenta
•    Kotiledon tertinggal
•    Plasenta akreta, inkreta, dan perkerta.
c.    Gangguan koa gulopati

B.    Etiologi
Penyebab utama perdarahan post partum primer :
1.    Atonia Uteri ( 50-60 % )
2.    Sisa Plasenta ( 23-24 % )
3.    Retensio Plasenta ( 16-17 % )
4.    Laserasi Jalan Lahir ( 4-5 % ) ( Ai Yeyeh, 2010 ).
Kadang – kadang perdarahan disebabkan kelainan proses pembekuan darah akibat dari hipofibrinogenemia( solusio plasenta, retensi janin mati dalam uterus, emboli air ketuban). Apabila sebagian plasenta lepas sebagian lagi belum, terjadi perdarahan karena uterus tidak dapat berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada batas antara dua bagian tersebut.selanjutnya jika sebagian besar plasenta telah lahir, tetapi sebagian lain masih melekat dalam dinding uterus, akan terjadi perdarahan pada masa nifas. ( Sarwono, 2007 ).
C.    Faktor-Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi perdarahan kala IV antara lain :
1.    Anastesi umum
2.    Persalinan Lama
3.    Persalinan cepat
4.    Kelainan uterus –leiomiomata, kelainan kogenital
5.    Uterus yang terlalu teregang karena kehamilan ganda, hidramnion,atau bayi yang sangat besar
6.    Plasenta previa
7.    Solusio plasenta
8.    Multi paritas
9.    Pre-eklampsia atau eklampsia
D.    Gejala-gejala
Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja
•    Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
•    Perdarahan segera setelah anak lahir Syok
•    Bekuan darah pada serviks atau posisi telentang akan menghambat aliran darah keluar
•    Atonia uteri
•    Darah segar mengalir segera setelah bayi lahir
•    Uterus berkontraksi dan keras
•    Plasenta lengkap
•    Pucat
•    Lemah
•    Menggigil
•    Robekan jalan lahir
•    Plasenta belum lahir setelah 30 menit
•    Perdarahan segera
•    Uterus berkontraksi dan keras Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
•    Inversio uteri akibat tarikan
•    Perdarahan lanjutan Retensio plasenta
•    Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap
•    Perdarahan segera Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang
•    Retensi sisa plasenta
•    Uterus tidak teraba
•    Lumen vagina terisi massa
•    Tampak tali pusat (bila plasenta belum lahir) Neurogenik syok
•    Pucat dan limbung Inversio uteri
•    Sub-involusi uterus
•    Nyeri tekan perut bawah dan pada uterus
•    Perdarahan sekunder Anemia
•    Demam Endometritis atau sisa fragmen plasenta (terinfeksi atau tidak)
E.    Pragnosis
Prognosis dari perdarahan kala 4 tergantung dari penyebab dan kesigapan dari tenaga kesehatan dalam menangani kasus perdarahan tersebut. semakin banyak darah yang keluar prognosisnya akan semakin buruk. Komplikasi kehilangan darah yang banyak adalah syok hipovolemik disertai dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Namun apabila tenaga kesehatan cepat, terampil dan cerdas dalam mengambil keputusan esiko yang tidak diharapkan akan terminimalisir.
Wanita dengan perdarahan pasca persalinan seharusnya tidak meninggal akibat perdarahannya, sekalipun untuk mengatasinya perlu dilakukan histerektomi.

F.    Terapy
Jika ada perdarahan dalam kala IV dan kontraksi rahim kurang baik, segera suntikkan 0,2 mg ergonovin atau metil ergovin intrakuskular, uterus ditekan untuk mengeluarkan gumpalan darah dan dilakukan masase. Seandainya perdarahan belum berhenti juga ditambah dengan suntikan metil ergovin lagi, tetapi sekarang intravena dan dipasang oksitosin drip 10 unit dalam 500 cc glukosa, selama tindakan ini masase diteruskan.
Jika masih ada perdarahan, dilaksanakan kompresi bimanual secara hamilton, yaitu satu tangan masuk ke dalam vagina dan tangan ini dijadikan tinju dengan rotasi merangsang dinding depan rahim, sedangkan tangan luar menekan dinding perut diatas fundus hingga dapat merangsang dinding belakang rahim.

G.    Penatalaksanaan
Prinsip – prinsip umum : segera diberikan cairan intravena ( biasanya 20-40 unit oksitosin dalam 1000ml larutan garam fisiologi atau ringer laktat). Dua unit darah dicocok silang pada kasus dimana transfusi diperlukan . keluaran urine tiap jam membantu pemantauan fungsi ginjal.
Atonia uteri : infuse oksitosin intravena dapat ditambahkan dengan ergonovin maleat atau metilergonovin maleat ( 0.2 mg ) yang diberikan secara intravena atau intramuskuler.fundus uteri di masase melalui dinding abdomen. Eksploraasi uterus secara manual dianjurkan untuk memastikan bahwa uterus utuh dan untuk mengangkat setiap fragmen plasenta.
Bila atonia persisten dianjurkan kompresi uterus secara bimanual. Uterus diangkat ke atas ke luar dari pelvis dan dikompresi diantara satu tangan pada abdomen dan tangan lain mengepal seperti sebuah tinju dalam vagina. Elevasi dan kompresi bimanual dipertahankan selama 2- 5 menit.
Prostaglandin intramuskuler mungkin menguntungkan bagi pasien yang tidak responsive terhadap terapi konvensional. Laparotomi harus dipertimbangkan bila atonia uteri persisten dan pedarahan tak dapat dihentikan. Rupture uteri yang tidak terdiagnosa dapat merupakan suatu kemungkinan, karean dinding lateral segmen uterus bagian bawah mungkin sukar dipalpasi pada pemeriksaan vagina.
Perbaikan uterus, histerektomi, atau ligasi arteri hipogastrika atau uterine dapat dipilih, tergantung pada umur pasien, paritas, dan keadaan umum, maupun luasnya trauma.
Tampon uterus dapat dicoba sebagai ukuran temporer sementara persiapan untuk laparotomi dilakukan. Bila perdarahan berasal dari tempat plasenta di dalam segmen bawah uterus dimana kontraksi otot tidak adekuat untuk mencapai hemostasis normal, tampon mungkin mempunyai nilai khusus. Tampon uterus di tempatkan di dalam segmen bawah uterus, dengan tampon vagina mengkompresi segmen bawah antara uterus dan tampon vagina ( bahan yang disukai untuk tampon adalah kasa polos dengan lebar 4 inci dan tebal 6 lapis ) .
Bila perdarahan dapat dikontrol dengan tampon, intervensi bedah dapat ditunda. Namun, pasien harus diawasi secara hati – hati dan fasilitas untuk laparatomi darurat harus segera tersedia, karena tampon tidak dapat berbuat banyak selain menutupi perdarahan aktif yang terus menerus terkumpul di belakang tampon.( bila tampon berhasil, tampon dibiarkan di tempat selama 12-24 jam )
Laserasi traktus genitalia : laserasi yang berdarah diperbaiki dengan benang kromik 00 atau 000. Visualisasi yang adekuat penting, dan seorang asisten sering diperlukan untuk meretraksi dinding vagina dengan retractor sudut kanan.
Laserasi serviks : diperbaiki dengan merenggut mulut serviks yang berdekatan dengan laserasi dengan menggunakan forsep cincin. Jahitan berurutan dengan kromik 00 atau 000 dilakukan melalui bagian yang paling mudah dari robekan serviks. Traksi pada jahitan tersebut dapat membantu dalam menarik apeks laserasi ke bawah. Pembuluh – pembuluh yang mengeluarkan darah harus diligasi untuk mencegah hematoma retroperitroneum. Jahitan yang paling penting adalah pada apeks laserasi, dimana diperlukan perhatian yang cermat untuk memastikan bahwa pembuluh- pembuluh yang mengalami retraksi tidak terus berdarah. Jahitan terputus atau kontinu dapat dipakai, tergantung pada waktu perdarahan, tempat perdarahan yang terlihat dan keinginan operator.
Hemostasis sementara dapat dicapai dengan memasang forsep cincin di tepi laserasi. Apabila robekan meluas kedalam segmen bawah uterus atau ligamentum latum, tampon atau forsep cincin untuk sementara dapat bermanfaat sementara dilakukan persiapan untuk pembedahan abdomen.
Laserasi vagina jahitan pertama harus ditempatkan diatas apeks laserasi jahitan yang paling hemostatik adalah yang berjalan searah jarum jam.
Varicose vagina atau vulva dapat menyebabkan perdarahan hebat yang sering sukar dikontrol dengan penjahitan. Pada keadaan ini, tampon vagina yang ketat memberikan hemostasis yang penting.
Plasenta atau selaput yang tertahan di dalam uterus : pengangkatan manual yang diikuti dengan oksitosin dan ergonovin intravena biasanya sudah cukup untuk terapi.


REFERENSI

http://www.google.co.id/
http://hakikierawati.blogspot.com/2011/03/perdarahan-kala-iv.html
superbidanhapsari.wordpress.com/2009/12/14/asuhan-kebidanan-ii-%E2%80%99%E2%80%99-fisiologi-kala-iv-%E2%80%9D/
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2006

ATONIA UTERI

ATONIA UTERI


A.    Defenisi
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.
Batasan: Atonia uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta lahir.

B.    Penyebab :
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi (penunjang ) seperti :
1.    Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.
2.    Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3.    Multipara dengan jarak kelahiran pendek
4.    Partus lama / partus terlantar
5.    Malnutrisi.
6.    Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus.

C.    Gejala Klinis:
•    Uterus tidak berkontraksi dan lunak
•    Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir (P3).


D.    Pencegahan atonia uteri.
Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau 10-20 U perliter Intravenous drips 100-150 cc/jam.
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin. Masa paruh oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit.
Prostaglandin (Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai pencegahan perdarahan postpartum.

E.    Penanganan Atonia Uteri;
1.    Penanganan Umum
•    Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat.
•    Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital(TNSP).
•    Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda syok tidak terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena status ibu tersebut dapat memburuk dengan cepat.
•    Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan pemberian cairan cepat, Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
•    Pastikan bahwa kontraksi uterus baik
•    lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan darah yang terperangkap di uterus akan menghalangi kontraksi uterus yang efektif. berikan 10 unit oksitosin IM
•    Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
•    Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina, dan perineum.
•    Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti), periksa kadarHemoglobin:
Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia berat):berilah sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;
•    Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;
2.    Penanganan Khusus
•    Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
•    Teruskan pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi kontraksi uterus yang menghentikan perdarahan.
•    Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
•    Jika uterus berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
•    Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan.



REFERENSI

http://www.google.co.id
http://www.drjaka.com/2010/01/atonia-uteri.html
http://www.scribd.com/doc/36493044/Askeb-Atonia-Uteri

Malpraktek Dalam Pelayanan Kesehatan

MALPRAKTEK DALAM PELAYANAN KESEHATAN

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu indikator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi negatifnya adalah adanya kecenderungan meningkatnya kasus tenaga kesehatan ataupun rumah sakit di somasi, diadukan atau bahkan dituntut pasien yang akibatnya seringkali membekas bahkan mencekam para tenaga kesehatan yang pada gilirannya akan mempengaruhi proses pelayanan kesehatan tenaga kesehatan dibelakang hari. Secara psikologis hal ini patut dipahami mengingat berabad-abad tenaga kesehatan telah menikmati kebebasan otonomi paternalistik yang asimitris kedudukannya dan secara tiba-tiba didudukkan dalam kesejajaran. Masalahnya tidak setiap upaya pelayanan kesehatan hasilnya selalu memuaskan semua pihak terutama pasien, yang pada gilirannya dengan mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah terjadi malpraktek.
Dari definisi malpraktek “adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”. (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara tenagakesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis).
Dalam hal tenaga kesehatan didakwa telah melakukan ciminal malpractice, harus dibuktikan apakah perbuatan tenaga kesehatan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidanya yakni :
a.    Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercela
b.    Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan). Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.
Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :
1.    Cara langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :
1)    Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga perawatan haruslah bertindak berdasarkan
(1)    Adanya indikasi medis
(2)    Bertindak secara hati-hati dan teliti
(3)    Bekerja sesuai standar profesi
(4)    Sudah ada informed consent.
2)    Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka tenaga perawatan tersebut dapat dipersalahkan.
3)    Direct Causation (penyebab langsung)
4)    Damage (kerugian)
Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga perawatan.
Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).


2.    Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur).
Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
a.    Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai
b.    Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatan
c.    Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.

UPAYA PENCEGAHAN MALPRAKTEK
1.    Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
a.    Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
b.    Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c.    Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d.    Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e.    Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
f.    Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
2.    Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan dapat melakukan :
a.    Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
b.    Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.

KASUS DALAM MAL PRAKTEK
1.    Cangkok Jantung dan Paru-paru yang Salah
Jésica Santillán, 17 tahun, meninggal 2 minggu setelah menjalani cangkok jantung dan paru-paru yang berasal dari pasien yang golongan darahnya tidak sama dengannya. Tim dokter di Duke University Medical Center gagal dalam memeriksa kecocokan darah sebelum operasi dilakukan. Setelah sekian detik operasi transplantasi untuk mencoba membalikkan keadaan karena kesalahan fatal itu, Jésica mengalami gagal otak dan komplikasi yang membawanya ke kematian.
Jésica, imigran asal Mexico, tiba di Amerika Serikat tiga tahun sebelum menjalani pengobatan penyakit jantung untuk mempertahankan hidupnya. Dengan transplantasi jantung dan paru-paru di Duke University Hospital, Durham, N.C., alih-alih memperbaiki kondisinya, yang terjadi justru keadaan menjadi bertambah buruk. Jésica, yang bergolongan darah O, malah menerima organ dari donor yang bergolongan darah A.
Kesalahan fatal ini membuatnya dalam kondisi koma, dan meninggal ketika usaha para dokter untuk berusaha menggantikannya dengan organ yang kompatibel gagal. Rumah sakit mengklaim telah terjadi human-error yang mengakibatkan kematian Jesica, selain prosedur yang cacat untuk memastikan kompatibilitas transplantasi organ. Setelah itu diberitakan telah terjadi kesepakatan tertutup antara rumah sakit dan keluarga soal ini. Tidak seorangpun, baik dari pihak keluarga atau rumah sakit yang mau memberikan komentar atas kasus ini.

2.    Rumah Sakit Salah Posisi Operasi Otak...Untuk Ketiga Kalinya dalam Setahun
Untuk ketiga kalinya dalam tahun yang sama, dokter-dokter di Rhode Island Hospital melakukan operasi pada sisi kepala yang salah pada pasien-pasiennya. Yang terakhir terjadi pada tanggal 23 November 2007. Seorang nenek berusia 82 tahun membutuhkan operasi untuk menghentikan pendarahan di antara otaknya dan tengkorak kepalanya. Seorang ahli bedah syaraf di rumah sakit itu mulai melakukan pembedahan dengan membuat lubang pada bagian sisi kanan kepala pasien, meski sebenarnya hasil CT scan memperlihatkan bahwa pendarahan terjadi pada bagian sisi kiri, menurut laporan media lokal. Beruntung dokter bedah ini segera menyadari kesalahannya dan segera menutup kembali lubang operasi yang salah dan melakukannya kembali pada sisi kiri kepala pasien. Kondisi pasien dilaporkan stabil pada hari Minggunya.
Kasus yang sama disebut-sebut juga terjadi pada bulan Februari, dimana seorang dokter yang lain juga melakukan operasi pada sisi kepala yang salah. Dan pada Agustus, lagi-lagi seorang kakek berusia 86 thaun menjadi korbannya, setelah nyawanya tidak terselamatkan akibat operasi pada kepalanya, tapi pada sisi yang salah dari kepalanya.

3.    Dokter yang Mengamputasi Kaki yang Salah
Mungkin kasus yang satu ini adalah kasus malpraktik yang paling banyak dipulikasikan. Seorang dokter di Tampa (Florida) melakukan kesalahan dengan mengamputasi kaki yang salah terhadap pasiennya, Willie King (52 tahun), pada bulan Februari 1995.
Pada akhirnya diketahui telah terjadi rangkaian kesalahan sebelum proses amputasi pada kaki yang salah itu. Saat tim operasi bedah menyadari kesalahan mereka semuanya sudah terlambat, kaki yang seharusnya masih sehat terlanjur dipotong! Akibat dari peristiwa ini ijin ahli bedah di rumah sakit itu di cabut untuk waktu 6 bulan dan didenda sebesar US $10.000 dollar (100 juta lebih). University Community Hospital, rumah sakit dimana operasi dilakukan membayar US $900.000 dollar (hampir 1 milyar) pada King sebagai kompensasi dan dokter-dokter yang terlibat di operasi itu turut "menyumbang" US $250.000 (lebih dari 250 juta).

Makalah Psikologi Perkembangan Anak

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perkembangan anak penting dijadikan perhatian khusus bagi orangtua. Sebab, proses tumbuh kembang anak akan mempengaruhi kehidupan mereka pada masa mendatang.
Jika perkembangan anak luput dari perhatian orangtua (tanpa arahan dan pendampingan orangtua), maka anak akan tumbuh seadanya sesuai dengan yang hadir dan menghampiri mereka. Dan kelak, orangtua juga yang akan mengalami penyesalan yang mendalam.
Dampak negatif dari perkembangan anak yang kurang perhatian dari orang tuanya adalah anak menjadi nakal dan susah diatur. Dan dampak lain yang ditimbulkan adalah perusakan moral yang dialami anak yang kemungkinan diakibatkan dari salah bergaul dan berteman. Dan akhirnya, anak-anak inilah yang membawa dampak buruk bagi teman-temannya.
Salah satu perusakan atau penurunan moral yang dialami anak-anak pada saat ini adalah dengan melihat video yang seharusnya belum pantas ditonton pada usianya. Perilaku negatif ini juga disebabkan dari perkembangan teknologi khususnya internet. Yang akibatnya, akan menurunkan prestasi belajar anak disekolah.
Dalam kesempatan ini penulis akan mengamati tentang perilaku anak dengan menggunakan metode wawancara pada sekumpulan anak yang ada didaerah rumah tinggal penulis.

B.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan penulis sampaikan adalah sebagai berikut:
1.    Mengenal ciri-ciri Perkembangan Anak Usia 3 – 6 Tahun
2.    Perkembangan Psikologi dan Sosial Anak
3.    Pentingnya Kreativitas Bagi Perkembangan Anak
4.    Mengatasi Perilaku Agresif Pada Balita
5.    Enak mana, Sekolah ko-edukasi atau non ko-edukasi
6.    Anak Harus Aktif Memilih Jenis Sekolah dan Pekerjaan
7.    Memupuk Kreativitas Anak Sejak Dini
8.    Mengembangkan bakat anak dan upaya orang tua menangani anak berbakat
9.    Manfaat Pemeriksaan Psikologi
10.    Peran orang tua dalam mendorong potensi anak berbakat

C.    Tujuan
1.    Untuk mengenal ciri-ciri Perkembangan Anak Usia 3 – 6 Tahun
2.    Untuk mengetahui perkembangan Psikologi dan Sosial Anak
3.    Untuk mengetahui pentingnya Kreativitas Bagi Perkembangan Anak
4.    Untuk mengatasi Perilaku Agresif Pada Balita
5.    Untuk mengetahui  enak mana, Sekolah ko-edukasi atau non ko-edukasi
6.    Untuk mengetahui anak Harus Aktif Memilih Jenis Sekolah dan Pekerjaan
7.    Untuk memupuk Kreativitas Anak Sejak Dini
8.    Untuk mengetahui pengembangan bakat anak dan upaya orang tua menangani anak berbakat
9.    Untuk mengetahui manfaat Pemeriksaan Psikologi
10.    Untuk mengetahui peran orang tua dalam mendorong potensi anak berbakat


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Mengenal Ciri-Ciri Perkembangan Anak Usia 3 – 6 Tahun
Ciri-ciri Perkembangannya :
1.    Perkembangan fisik
Mencakup perkembangan bentuk tubuh
2.    Perkembangan motorik
Mencakup berjalan, berlari, melompat, menarik, memutar dan berbagai aktivitas koordinasi mata dan tangan
3.    Perkembangan intelektual
Mencakup rasa takut karena hal-hal yang tidak biasa, rasa ingin tahu, emosi
4.    Perkembangan sosial
Mencakup kontak sosial, biasanya guru mendorong anak muridnya untuk melakukan kontak sosial dengan anak lain dengan cara bermain dan bicara bersama
Kita bisa mengetahui ciri-ciri perkembangan anak usia 3 – 6 tahun, dengan itu kita bisa juga mengetahui kelebihan dan kekurangan pada anak kita, apalagi pada perkembangan intelektualnya.
Dan seharusnya untuk mencapai perkembangan anak supaya meningkat, kita harus memberinya nutrisi dan makanan yang cukup mulai dari dalam kandungan sampai dilahirkan dan tumbuh menjadi besar.

B.    Perkembangan Psikologi dan Sosial Anak
Tahap perkembangan anak dan cirinya :
1.    Masa Bayi
Pertumbuhan pada masa bayi terlihat menonjol dalam fisik maupun psikologis. Lambat laun, melalui perkembangannya seorang bayi mulai menurunkan ketergantungan dengan kemampuna untuk bisa duduk, berdiri, berjalan, berlari serta memanipulasi objek di sekitarnya.
2.    Masa Kanak-Kanak Awal
Dimulai saat masa bayi berakhir sampai dengan usia 13 tahun. Masa ini ditunjukkan dalam bentuk sikap keras kepala, melawan, tidak patuh dan berbuat antagonis.
Yang penting kita dapat mengetahui pola-pola dasar fisiologis terbentuk pada masa bayi seperti makan, tidur dan lain-lain. Dan sebagai orang tua kita mesti membantu menurunkan ketergantungan dengan kemampuan bayi tersebut, supaya bayi bisa melakukan sesuatu dengan cepat. Kita juga harus mengerti kalau seandainya anak kita selalu marah-marah, melawan, keras kepala, dan lain-lain. Karena semua itu ada fasenya dan ada masanya yaitu masa kanak-kanak, yang kita bisa lakukan mengarahkan anak kita pada sesuatu yang baik.

C.    Pentingnya Kreativitas Bagi Perkembangan Anak
Kreativitas bisa tampil diri dalam kehidupan anak dan terlihat pada saat ia bermain. Secara bertahap akan terpencar di bidang kehidupan yang lain. Suatu studi menunjukkan bahwa puncak kreativitas dapat diraih pada usia 30 tahunan, akhirnya mendatar saja dan tahap demi tahap akan menurun.
Faktor yang mempengaruhi kreativitas menurut Lehman yaitu lingkungan, tekanan keuangan dan kurangnya waktu bebas.
Variasi dalam kreativitas :
1.    Faktor jenis kelamin
2.    Status sosial ekonomi
3.    Urutan kelahiran
4.    Untuk keluarga
5.    Lingkungan perkotaan dan pedesaan
Kreativitas sangat penting, dan kita sebagai orang tua harus melatih dan mengembangkan kreativitas sejak dari dini, karena di zaman sekarang ini kreatif lebih penting dibandingkan dengan yang lain untuk mencapai sesuatu.

D.    Mengatasi Perilaku Agresif Pada Balita
Jika anak sudah menunjukkan perilaku agresif, maka cara yang dapat dilakukan orang tua adalah :
1.    Memberikan hadiah pada anak setiap kali ia bermain tanpa menyakiti orang lain/ tanpa berteriak-teriak
2.    Setiap kali tingkah laku agresif muncul jangan memberikan hukuman fisik, tapi hukuman dengan cara lain.
3.    Mengatakan pada anak bahwa tingkah laku mereka mengganggu orang lain.
Agresif merupakan reaksi yang normal pada anak-anak kecil, sebagai kesiapsiagaan anak untuk melindungi dirinya agar aman, tetapi memang jika pola-pola itu menetap secara berlebihan maka akan menjadi masalah yang serius yang harus segera dikontrol.

E.    Enak mana, Sekolah Ko-Edukasi atau Non Ko-Edukasi
1.    Sekolah non ko-edukasi
Disiplinnya ketat, biasanya para siswa mengeluh disiplin dirasakan sebagai suatu problem dan membuat mereka merasa tidak bebas.
2.    Sekolah ko-edukasi
Linkungan sekolah biasanya menyenangkan, karena tidak dipisah antara perempuan maupun laki-laki, cenderung menimbulkan polarisasi antar minat, aktivitas, pilihan pada pelajaran.
Secara umum dapat dilihat bagaimana suasana sekolah yang hanya terdiri dari satu jenis kelamin saja dan sekolah yang terdiri dari siswa laki-laki dan perempuan. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri. Bagaimanapun pilihan itu tergantung pada kebutuhan anak sendiri.
F.    Anak Harus Aktif Memilih Jenis Sekolah dan Pekerjaan
Beberapa kiat bagi siswa yang ingin kuliah :
1.    Buatlah jadwal belajar khusus untuk mengikuti seleksi UMPTN
2.    Melatih diri terus menerus pada bidang studi yang diuji sampai seyakin-yakinnya.
3.    Usahakan belajar dengan beberapa orang teman yang pandai, les privat.
Pemilihan fakultas bukan karena keinginan orang tua ataupun karena ikut-ikutan teman, tapi hendaknya berdasarkan kelebihan-kelebihan atau kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri sendiri (internal) dan mempertimbangkan faktor diluar diri (eksternal).
Bagaimana dengan yang ingin bekerja ?. Beberapa kiat yang musti dilakukan :
1.    Bacalah iklan lowongan pekerjaan yang ada di koran, khususnya yang memberikan pelatihan gratis untuk pekerjaan tertentu.
2.    Terimalah tawaran pekerjaan apapun asal halal, sesuai kemampuan dengan menunjukkan disiplin waktu, dedikasi dan sikap sungguh-sungguh dalam bekerja.
Pemilihan fakultas seharusnya berdasarkan bakat dan kemampuan anak bukan karena keinginan orang tua, teman, ataupun tetangga, supaya bakat anak bisa tersalurkan. Sedangkan bagi yang ingin bekerja, upayakan untuk lebih banyak mendengar dan melihat lingkungan agar potensi kreatif yang dimiliki bisa berkembang.

G.    Memupuk Kreativitas Anak Sejak Dini
Ciri-ciri kepribadian dari kreativitas antara lain :
1.    Mempunyai daya imajinasi kuat
2.    Mempunyai inisiatif
3.    Mempunyai minat luas
4.    Mempunyai kebebasan dalam berpikir
5.    Bersifat ingin tahu
Ciri-ciri inilah yang perlu dikembangkan pada anak muda Indonesia agar ia disebut sebagai manusia yang kreatif. Dan jika ciri di atas dibarengi dengan kemampuan intelegensi yang ada di atas rata-rata serta untuk terikat dalam tugas maka ia akan menjadi  manusia berbakat dan disebut juga Manusia Unggul.
Manusia unggul atau manusia berbakat bisa terwujud jika ciri-ciri kepribadian dari kreativitas dikembangkan dan dibarengi dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata. Jadi sebagai orang tua, kita harus mengembangkan kreativitas anak dan mengembangkan bakat anak seperti les privat.

H.    Mengembangkan Bakat Anak dan Upaya Orang Tua Menangani Anak Berbakat
Pilih kegiatan yang betul-betul sesuai dengan minat dan kebutuhan anak, bukan karena kemauan orang tua.
Cara orang tua dalam mendidik anaknya yang tergolong berbakat :
1.    Berlaku sebagai pendorong anak didalam memberikan informasi tentang kekuatan dan gata belajar yang dimiliki oleh anak
2.    Menyediakan kesempatan belajar di rumah/ di luar sekolah
3.    Bantulah anak pada setiap tugas yang diberikan oleh sekolah
4.    Berperan sebagai mentor dan tidak segan-segan bertukar pikiran dengan orang tua lainnya.
5.    Mengembangkan materi pembelajaran yang diberikan untuk anak sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Dalam mengembangkan bakat anak harus benar-benar sesuai dengan minat dan kemapuan anak, jangan semata-mata kemauan orang tua. Dan sebagai orang tua tugas kita hanya sebagai mentor, fasilitator, pendorong, dan pendamping anak. Jangan memaksakan kehendak sendiri karena bisa mempengaruhi anak dan malah anak bisa-bisa berontak.

I.    Manfaat Pemeriksaan Psikologi
1.    Bagi anak :
a.    Meningkatkan proses dan pengalaman belajar siswa
b.    Menciptakan teknik belajar mengajar yang efektif
c.    Mendukung kegiatan bimbingan dan konseling
d.    Hasil pemeriksaan psikologik dapat dipakai guru untuk mengurangi hambatan belajar yang bersumber pada sekolah dan proses belajar mengajar itu sendiri.
2.    Bagi orang tua :
a.    Orang tua dapat menyalurkan anak dibidang yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya
b.    Orang tua mengenal kelemahan anak, sehingga diharapkan tidak memaksakan kehendaknya bila anak ternyata memang tidak mampu.
Pemeriksaan psikologi amat sangat penting dan meski dilakukan pada anak supaya anakpun tahu kekuatan dan kelemahan dirinya. Selain itu guru juga dapat mengurangi hambatan belajar y ang bersumber pada sekolah dan proses belajar mengajar itu sendiri. Oleh karena itu, orang tua ataupun pihak sekolah harus mengadakan dan melakukan  pemeriksaan psikologi.

J.    Peran Orang Tua Dalam Mendorong Potensi Anak Berbakat
Kunci untuk membesarkan anak berbakat adalah respek, yaitu respek terhadap keunikan yang dimilikinya, respek terhadap mimpi-mimpinya. Anak yang berbakat membutuhkan orang tua yang responsif dan fleksibel terhadap hal-hal yang dikerjakan anak yang terlalu muda untuk anak seusianya. Memang suatu hal yang terlalu muda untuk anak seusianya. Memang suatu hal yang menyakitkan bagi orang tua melihat anaknya berbeda dari anak yang lain, namun tidaklah bijaksana untuk menekankan anak agar fit in. anak cukup memperolehnya dari dunia luar, tetap di rumah, seorang anak butuh mengetahui bahwa keunikan yang ia miliki dihargai dan diterima sebagai seorang individu dengan dirinya.
Supaya orang tua tahu bakat apa yang dimiliki anaknya, maka untuk mengetahuinya dianjurkan agar orang tua membawa anaknya untuk diperiksa pada psikolog.
Tapi kalau cara itu tidak bisa dilakukan, bisa juga dengan cara orang tua harus meluangkan banyak waktunya pada anaknya supaya orang tua tahu apa minat dan bakat yang dipunyai oleh anaknya.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Perkembangan anak penting dijadikan perhatian khusus bagi orangtua. Sebab, proses tumbuh kembang anak akan mempengaruhi kehidupan mereka pada masa mendatang.
Ancaman internet terutama situs-situs pornografi terhadap anak yang demikian besar bila tidak dicermati akan dapat merusak moral anak Indonesia. Mungkin akan banyak anak Indonesia akan terbius oleh pesona pornografi sehingga perkembangan mental dan moralnya akan pasti mengganggu kualitas hidup dan prestasinya. Bila ini terjadi efek domino dan mata rantai yang diakibatkan oleh paparan pornografi terhadap anak akan menimbulkan persoalan bangsa yang lebih besar lagi.

B.    Saran
    Perkembangan anak memerlukan banyak perhatian dari orang tua, untuk itu orang tua perlu memberikan arahan dan mendampingi anaknya pada setiap masa perkembangannya. Tetapi sikap perhatian yang berlebihan dari orang tua juga tidak baik karena anak juga akan melakukan perlawanan sebagai bentuk protes. Dan apabila anak sudah melakukan protes maka anak tersebut akan sulit untuk diatur.
    Oleh karena itu orangtua juga harus bisa menjadi sahabat yang baik bagi anaknya, karena dampak negatif dari internet berupa pornografi tidak bisa dengan mudah dicegah oleh orang tua sebab itu juga akibat dari pergaulan anak. Dan tidak mungkin juga orang tua membatasi dengan siapa anaknya berteman karena itu akan mengganggu kemerdekaan anak. Tapi diharapkan dengan memberikan pemahaman pada anak dapat meminimalisir dampak negatif dari internet, karena anak dapat membedakan mana yang baik untuk dirinya dan mana yang tidak baik untuk dirinya. Jadi anak akan tumbuh sesuai dengan yang diharapkan orang tuanya dan tidak ada kata penyesalan yang terlambat dari orang tua.


DAFTAR PUSTAKA

Akbar Hawardi,R. 2001. Psikologi perkembangan anak: Mengenal sifat, bakat, dan kemampuan anak. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
http://eduadventure.blogspot.com/2012/06/makalah-psikologi-perkembangan-anak.html

Penyulit Kala III Persalinan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Angka kematian ibu ( AKI ) di Indonesia saat ini menjadi permasalahan yang sangat serius dan masih tertinggi di Asia. AKI Indonesia tahun 2007 adalah 307/100.000 kelahiran hidup ( SDKI, 2007 ). Dengan perhitungan ini, diperkirakan setiap jam dua orang perempuan mengalami kematian karena hamil atau melahirkan akibat komplikasi pada masa hamil atau persalinan. AKI pada proses persalinan dan kehamilan cukup tinggi. Bahkan target dari Millenium Development Goals ( MDGs ) adalah menurunkan AKI di Indonesia sebanyak 75% pada tahun 2015. Dengan demikian ditargetkan penurunan hingga 102/100.000 kelahiran hidup pada 2015.
Enam penyebab tingginya angka kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, eklampsia, aborsi tidak aman ( Unsafe abortion ), partus lama, dan infeksi. Faktor lain yang meningkatkan AKI adalah buruknya gizi perempuan, yang dikenal dengan kekurangan energi kronis ( KEK ) dan anemia.
Persalinan dan kelahiran merupakan suatu kejadian fisiologis yang normal dalam kehidupan manusia. Lebih dari 80% proses persalinan berjalan normal, dan hanya 15-20% terjadi komplikasi persalinan. Namun jika tidak ditangani dengan baik, angka kejadian komplikasi tersebut dapat meningkat.
Salah satu penyebab penyulit pada kala III adalah atonia uteri dan retensio plasenta.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum dini ( 50% ), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi post partum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan post partum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang  memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tdak berkontraksi.
Sedangkan retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi.Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan,infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degenerasi ganas korio karsinoman ( Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, hal 300 ).
Atonia uteri dan retensio plasenta masih sebagai satu penyebab terbesar terjadinya perdarahan post partum dan kematian maternal ,maka dari itu perlu penanganan yang tepat.

B.    Tujuan
1.    Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui tentang Penyulit kala III persalinan ( atonia Uteri dan Retensio Plasenta )
2.    Tujuan Khusus
a.    Mengetahui tentang pengertian dari atonia uteri dan retensio plasenta
b.    Mengetahui etiologi  atonia uteri dan retensio plasenta
c.    Mengetahui tanda dan gejala , diagnosis serta penatalaksanaan pada kasus atonia uteri dan retensio plasenta.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Atonia Uteri
1.    Pengertian
Atonia uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi  kegagalan uterus dalam berkontraksi dengan baik setelah persalinan, sedangkan atonia uteri juga di definisikan sebagai tidak adanya kontraksi uterus segera setelah plasenta lahir.
Sebagaian besar perdarahan pada masa nifas ( 75-80% ) adalah akibat adanya atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500-800 ml/menit, sehingga kita bisa bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi selama beberapa menit saja maka akan menyebabkan kehilangan darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter saja.
Atonia uteri ( relaksasi otot uterus ) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri ( plasenta telah lahir ). ( JNPKR, Asuhan Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002 )

2.    Etiologi
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan factor  predisposisi ( penunjang ) seperti :
a.    Overdistention uterus seperti : gemeli makrosomia, polihidroamnion, atau paritas tinggi
b.    Umur yang terlalu muda atau terlalu tua
c.    Multipara dengan jarak kelahiran pendek
d.    Partus lama / Partus terlantar
e.    Malnutrisi
f.    Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus
3.    Tanda dan Gejala
a.    Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak lagi sebagai anti pembeku darah.
b.    Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting / khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
c.    Fundus uteri naik
Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan menggumpal
d.    Terdapat tanda-tanda syok
Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ektremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain

4.    Diagnosis
a.    Data Subjektif
Ibu mengatakan merasa mules pada perut bagian bawah.
b.    Data Objektif
Pemeriksaan fisik : Uterus tidak berkontraksi dan lunak serta terjadi perdarahan  segera setelah plasenta dan janin lahir

5.    Penatalaksanaan
a.    Masase dan Kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan.
Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik)
1)    Gunakan sarung tangan DTT panjang
2)    Bersihkan vulva dan perineum dengan cairan antiseptik
3)    Kosongkan kandung kemih
4)    Mengeluarkan semua bekuan darah atau selaput yang mungkin masih tertinggal
5)    Segera memulai kompresi bimanual internal
a)    Masukkan tangan yang memakai sarung tangan ke dalam vagina secara obstetrik
b)    Kepalkan tangan pada forniks anterior
c)    Tekankan tangan yang ada dalam vagina dengan mantap
d)    Tekankan tangan luar pada perutdan gunakantekanan melawan kepalan tangan yang berada di dalam vagina secara bersamaan
e)    Tahan dengan mantap
6)    Kontraksi pertahankan tekanan selama 2 menit, lalu dengan perlahan tariklah tangan keluar. Jika uterus berkontraksi , teruskan pemantauan.
7)    Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, suruhlah anggota keluarganya untuk melakukan kompresi bimanual ekternal (KBE) sementara kita member injeksi methergin 0,2 mg IM dan memulai infuse IV ( RL dengan 20 IU oksitosin / 500 cc terbuka lebar / guyur ).
8)    Jika uterus tetap tidak berkontraksi lanjutkan kembali KBIsegera setelah kita memberikan injeksi methergin dan memulai infuse IV.
9)    Jika uterus belum juga mulai berkontraksi setelah 5-7 menit, segeralah perujukan dengan IV tetap terpasang dengan laju 500cc/ jam hingga tiba di tempat perujukan atau jumlah seluruhnya 1,5 liter diinfuskan. Lalu teruskan dengan laju infuse 125 cc / jam.
b.    Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan postpartum banyak, maka penganganan awal yaitu resusitasi dengan oksigen dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, jumlah urin, dan saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
c.    Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infuse dengan RL 20 IU per liter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU IMM. Perdarahan postpartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan aktif yang terjadi.
d.    Uterine lavage dan uterine packing
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan ,pemberian air panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter salin 470C-500C langsung kedalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan tekanan maksimumpada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penangan ini dan antibiotika broad-spectrum harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan resusitasi cairan dan transfuse darah masuk. Uterine packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukan operasi.
e.    Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%.
1)    Ligasi arteri Iliaka Interna
Identifikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral parallel dengan garis ureter.setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri dan dengan menggunakan benang non absorbable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi. Resiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
2)    Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “ brace suture “, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan postpartum akibat atonia uteri.
3)    Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan postpartum masih yang membutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 100.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
4)    Ligasi arteri uterine
Benerapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi arteri uterina dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterine diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterine, masuk ke miometrium keluar dibagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterine. Saat ,melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika uterina, ligasi kedua dilakukan bilateral ipada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina diatas.Ligasi ini harus mengenai sebagian besar arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam 10-15 menit. Biasanya sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan secara sempurna. Bila uterus refrakter oksitosin dan perdarahan tidak berhenti setelah kompresi bimanual maka harus dilakukan tindakan terakhir yaitu histerektomi.

B.    Retensio Plasenta
1.    Pengertian
Retensio plasenta adalah tertahannya plasenta atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir ( Pelayanan  Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178 ).

2.    Etiologi
a.    Fungsional
1)    His kurang kuat
2)    Terhalang oleh kandung kemih yang penuh
3)    Plasenta sulit terlepas, karena :
Tempatnya     :  Insersi di sudut tuba
Bentuknya    :  Plasenta membranacea, plasenta anularis
Ukurannya    :  Plasenta yang sangat kecil
Plasenta yang sukar lepas karena sebab-sebab tersebut di atas di sebut plasenta adhesiva
b.    Patolog – Anatomis
1)    Plasenta akreta, plasenta inkreta dan plasenta perkreta ( Obstetri Patologi, hal 236 ).
a)    Plasenta Adhesiva
Adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b)    Plasenta Akreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
c)    Plasenta Inkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau memasuki miometrium
d)    Plasenta Perlireta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e)    Plasenta Inkarserata
Adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri yang disebabkan oleh kontraksi osteuni uteri.
2)    Plasenta belum lepas dari dinding uterus
3)    Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan ( disebabkan  karena tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III )
4)    Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korealis menembus desidua sampai miometrium sampai dibawah peritoneum ( plasenta akreta – perkreta )

3.    Tanda dan Gejala
a.    Terjadi perdarahan segera
b.    Uterus tidak berkontraksi
c.    Tinggi fundus uteri tetap atau tidak berkurang
d.    Plasenta belum lahir selama 30 menit setelah bayi lahir

4.    Diagnosis
a.    Data subjektif
Ibu mengatakan perutnya terasa mulas  dan plasenta belum lahir


b.    Data objektif
Pemeriksaan Fisik : Palpasi pada daerah perut didapatkan uterus tidak teraba bulat dan keras kontraksi kurang baik, TFU 1 jari diatas pusat dan vesika urinaria teraba agak menonjol serta terjadi perdarahan segera setelah anak lahir ( postpartum primer )

5.    Penatalaksanaan
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta dilakukan apabila plasenta belum lahir dalam ½ - 1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi apabila disertai perdarahan.
Tindakan penanganan retensio plasenta :
a.    Memberikan informasi kepada ibu dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
b.    Mencuci tangan secara efektif
c.    Melaksanakan pemeriksaan umum
d.    Mengukur vital sign, suhu, nadi, tekanan darah dan pernafasan
e.    Melakukan pemeriksaan kebidanan seperti inspeksi, palpasi, periksa dalam
f.    Memakai sarung tangan steril
g.    Melakukan vulva hygiene
h.    Mengamati adanya gejala dan tanda retensio plasenta
i.    Bila plasenta tidak lahir dalam 30 menit sesudah lahir atau terjadi perdarahan sementara plasenta belum lahir maka berikan oxytocin 10 IU IM
j.    Pastikan bahwa kandung kencing kosong dan tunggu terjadi kontraksi, kemudian coba melahirkan plasenta dengan menggunakan peregangan tali pusat terkendali
k.    Bila dengan tindakan tersebut plasenta belum lahir dan terjadi perdarahan banyak, maka plasenta harus dilahirkan secara manual plasenta
l.    Berikan cairan infuse NACL atau RL secara guyur untuk mengganti cairan

Manual Plasenta
a.    Memasang infuse cairan dekstrose 5 %
b.    Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam keadaan suci hama
c.    Teknik : Tangan kiri diletakkan di fundus uteri ,tangan kanan dimasukkan dalam rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta dilepas-disisihkan dengan tepi jari-jari tangan – bila sudah lepas ditarik keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka – luka atau sisa-sisa plasenta dan bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan lahir ( uterus ) dan membawa infeksi


BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pada umumnya perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu ( 40% - 60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan biasa di akibatkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta.Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus. Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan tapi jika lepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikai untuk mengeluarkannya.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum dini ( 50% ), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi post partum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini.

B.    Saran
Diharapkan dengan mempelajari kasus ini kita dapat lebih memperhatikan dan waspada terhadap perdarahan yang terjadi pada kala III. Agar kita terutama tenaga kesehatan dalam hal ini bidan dapat lebih tanggap dan ikut berpartisipasi dalam menekan angka kematian ibu di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri Fisiologis dan Patologis, Jilid 1 edisi II, Jakarta : EGC 19998.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan,Yayasan Bian Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. 2002
Sarwono,Prawirohardjo. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Sastrawinata. R. Sulaeman. 1984. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar offset.
Sastrawinata, Sulaeman. 1987. Obstetri Fisiologis. Fakultas Kedokteran UNPAD : Jakarta.
Tim Revisi. Asuhan Persalinan Normal Revisi 2007. JNPK-KR : Jakarta 2007.
Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Selasa, 18 Desember 2012

Mastitis Pada Ibu Nifas

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Wanita yang sedang menjalani masa nifas penting untuk mempersiap-kan keadaan fisik dan psikologinya terutama dalam hal menyusui bayi. Karena factor fisik dan psikologi sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan dan pengeluaran ASI. Sebagai tenaga kesehatan sudah menjadi kewajiban kita untuk memfasilitasi pemberian asi ibu kepada bayinya. Terkadang dapat dijumpai timbulnya masalah dalam proses pemberian asi tersebut.
Salah satu masalah yang sering terjadi saat ibu menyusui adalah mastitis. Mastitis merupakan infeksi yang terjadi pada payudara. ini merupakan kelanjutan dari bendungan payudara. hal ini dapat terjadi karena kurangnya perawatan payudara sehingga bakteri staphylococcus aureus dapat dengan mudah menginfeksi payudara. Ibu yang terkena Mastitis bisa sampai mengeluarkan nanah dari payudaranya (abses payudara). Pada mastitis biasanya yang selalu dikeluhkan adalah payudara membesar, keras, nyeri, kulit murah dan membisul (abses) dan yang pada akhirnya pecah menjadi borok disertai dengan keluarnya nanah bercampur air susu, dapat disertai dengan suhu badan naik, menggigil. Jika sudah ditemukan tanda-tanda seperti ini maka pemberian ASI pada bayi jangan dihentikan, tetapi sesering mungkin diberikan.
Tugas kita sebagai seorang tenaga kesehatan sebisa mungkin mencegah terjadinya penyakit mastitis pada ibu menyusui, yaitu dengan cara mengetahui sedini mungkin tanda dan gejala yang biasa muncul serta memberikan terapi pengobatan bagi penderita mastitis. Karena itulah penulis membuat makalah dengan judul “Mastitis pada Ibu Nifas”. Diharapkan dengan pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan tercapainya taraf hidup sehat yang lebih baik lagi.

B.    Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.    Untuk memberikan informasi tentang penyakit mastitis kepada pembaca.
2.    Diharapkan penulis mampu mendeteksi resiko penyakit mastitis sehingga ibu dapat menjalani nifas dan menyusui dengan aman dan bayi yang dilahirkan hidup dan sehat.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Mastitis Dalam Masa Nifas
Mastitis adalah infeksi peradangan pada mamma, terutama pada primipara yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus, infeksi terjadi melalui luka pada putting susu, tetapi mungkin juga mungkin juga melalui peredaran darah (Prawirohadjo, 2005 : 701).
Mastitis adalah reaksi sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu (Masjoer, 2001 : 324). Pada kasus mastitis ini biasanya tidak segera ditangani, jika mastitis tidak segera ditangani menyebabkan abses payudara yang biasa pecah kepermukaan kulit dan akan menimbulkan borok yang besar.
Pada mastitis biasanya yang selalu dikeluhkan adalah payudara membesar, keras, nyeri, kulit murah dan membisul (abses) dan yang pada akhirnya pecah menjadi borok disertai dengan keluarnya nanah bercampur air susu, dapat disertai dengan suhu badan naik, menggigil. Jika sudah ditemukan tanda-tanda seperti ini maka pemberian ASI pada bayi jangan dihentikan, tetapi sesering mungkin diberikan.
Ada 3 macam Mastitis:
1.    Mastitis Periduktal : ditemukan pada ibu yang menjelang menopouse
2.    Mastitis Puerperalis : pada wanita hamil dan menyusui
3.    Mastitis Supurativa : pada wanita yang terkena TBC, Sifilis, dan infeksi staphylococcus
Pada mastitis infeksius, ASI dapat terasa asin akibat kadar natrium dan klorida yang tinggi dan merangsang penurunan aliran ASI. Ibu harus tetap menyusui. Antibiotik (resisten-penisilin) diberikan bila ibu mengalami mastitis infeksius.


B.    Penyebab
1.    Bayi tidak mau menyusu sehingga ASI tidak diberikan secara adekuat yang akan menyebabkan mastitis jika tidak segera ditangani.
2.    Lecet pada puting susu yang menyebabkan kuman staphylococcus aureus masuk menyebabkan infeksi mastitis
3.    Personal higiene ibu kurang, terutama pada puting susu
4.    Bendungan air susu yang tidak adekuat di tangani sehingga menyebabkan mastitis

C.    Tanda dan Gejala
1.    Payudara bengkak, terlihat membesar
2.    Teraba keras dan benjol-benjol
3.    Nyeri pada payudara
4.    Merasa lesu
5.    Suhu badan meningkat, suhu lebih dari 38 OC

D.    Pencegahan
1.    Perawatan puting susu atau perawatan payudara
2.    Susukan bayi setiap saat tanpa jadwal
3.    Pembersihan puting susu sebelum dan sesudah menyusui untuk menghilangkan kerak dan susu yang sudah kering
4.    Teknik menyusui yang benar, bayi harus menyusu sampai ke kalang payudara.

E.    Cara Melakukan Post Natal Breast Care
1.    Siapkan alat
a.    Minyak atau baby oil
b.    Waslap 2 buah
c.    Air hangat
d.    Baskom
2.    Cuci tangan
3.    Melakukan pengurutan pada payudara ibu masing-masing 30 x selama 5 menit
Cara :
a.    Pengurutan payudara (melingkar)
Kedua telapak tangan dari tempatkan diantara kedua payudara ke arah atas. Samping ke bawah dan melintang, sehingga tangan menyangga payudara
b.    Pengurutan payudar (pangkal payudara)
1)    Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan kanan saling di rapatkan
2)    Sisi kelingkin tangan kanan mengurut payudara kiri dan pangkal payudara, demikian payudara kanan.
3)    Pengurutan payudara dengan menggunakan air hangat dan dingin kompres payudara dengan air hangat terlebih dahulu kemudian air hangat selama 5 menit.
4)    Cuci tangan

F.    Posisi Menyusui Yang Benar
Posisi bayi saat menyusui sangat menentukan kebersihan pemberian ASI dan mencegah lecet punting susu, pastikan ibu memeluk bayinya dengan benar berikan bantuan dan dukungan jika ibu memerlukannya. Terutama jika ibu pertama kali menyusui atau ibu berusia sangat muda.
Posisi menyusui yang benar :
1.    Lengan ibu menopang kepala, leher dan seluruh badan bayi (kepala dan tubuh berada pada satu garis lurus) muka bayi menghadap ke payudara ibu. Hidung bayi didepan putting susu ibu, posisi bayi harus sedemikian rupa sehingga perut bayi ketubuh ibunya.
2.    Ibu mendekatkan bayi ketuban ibunya (maka bayi kepayudara ibu) dan mengamati bayi siap menyusu, membuka mulut, bergerak mencari dan menoleh
3.    Ibu menyentuhkan putting susu kebibir bayi, menunggu hingga mulut bayi terbuka lebar kemudian mengarahkan mulut bayi ke putting susu ibu sehingga bibir bayi dapat menangkap putting susu sendiri
Tanda-tanda posisi bayi menyusu dengan baik :
1.    Dagu menyentuh payudara ibu
2.    Mulut terbuka lebar
3.    Hidung bayi mendekati dan kadang-kadang menyentuh payudara ibu
4.    Mulut bayi mencakup sebanyak mungki areola (tidak hanya putting saja). Lingkar areola atas terlihat lebih banyak dibandingkan lingkar areola bawah.
5.    Lidah bayi menopang putting dan areola bagian bawah
6.    Bibir bawah bayi melengkung keluar
7.    bayi menghisap kuat dan dalam secara perlahan dan kadang-kadang disertai berhenti sesaat.
G.    Tips untuk mengurangi efek dari mastitis.
1.    Cepat curiga akan adanya mastitis.
2.    Segeralah tidur bila menduga adanya mastitis dan istirahatlah dengan benar.Duduklama selama beberapa jam tanpa melakukan aktifitas dapat membantu memperpendek durasi mastitis.
3.    Konsumsi echinacea dan vitamin C untuk meningkatkan sistem imun dan membantu melawan infeksi. Jika infeksi terjadi hingga berhari-hari konsultasikan kepada dokter.
4.    Kompres air hangat pada daerah yang mengalami sumbatan duktus.
5.    Bantuan pancuran air hangat (shower hangat) untuk mandi, akan sangat membantu mempercepat menghilangkan sumbatan.
6.    Tetap berikan ASI kepada bayi, bila gagal coba lagi, susui terutama payudara yang sakit sesering dan selama mungkin sehingga sumbatan tersebut lama-kelamaan akan menghilang. Bila gagal gunakan pompa sedot.
7.    Lakukan pemijatan terus menerus saat menyusui juga sangat membantu.

H.    Pengobatan
a.    Segera setelah mastitis ditemukan berikan ASI sesering mungkin tanpa jadwal
b.    Karena penyebab utama adalah sthaphylo coccus aureus, maka dapat diberikan antibiotika jenis penicillin
c.    Kompres dingin
d.    Berikan kloksalisin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari
Berikan paracetamol 500 mg 3 x sehari
e.    Sangga payudara
f.    Lakukan perawatan payudara “post natal breast care”



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembuatan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa, Mastitis adalah infeksi peradangan pada mamma, terutama pada primipara yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus, infeksi terjadi melalui luka pada putting susu, tetapi mungkin juga mungkin juga melalui peredaran darah. Penyebab penyakit mastitis ini antara lain bayi tidak mau menyusui, personal hygiene yang kurang terutama pada daerah puting susu, dan bendungan air susu yang tidak kuat ditangani.
Untuk itu pada ibu yang menderita mastitis perlu diberikan penyuluhan bagaimana cara perawatan payudara dan teknik menyusui yang benar. Pada ibu yang menderita penyakit mastitis juga merasa nyeri saat menyusui. Oleh karena itu perlu diberikan asuhan pada ibu bagaimana cara mengurangi rasa nyeri saat menyusui. Diharapkan dengan pemberian asuhan ini penyakit ibu dapat disembuhkan.

B.    Saran
Beberapa saran yang dapat penulis sampaikan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.    Agar pembaca dapat mengetahui tentang penyakit mastitis pada ibu nifas.
2.    Agar penyakit mastitis pada ibu nifas dapat dideteksi secara dini sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi yang semakin berat dapat dihindari.
3.    Agar masyarakat dapat mencegah terjadinya penyakit mastitis yaitu dengan cara menghindari fakor resiko penyebab terjadinya penyakit mastitis.


DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia
http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-anak/2010/06/04/perawatan-payudara-dan-solusi-permasalahan-ibu-menyusui/
http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-anak/2010/05/31/tips-penting-untuk-ibu-menyusui/
prawirohardjo, sarwono,2008. Ilmu Kandungan. Jakarta : PT Bina Pustaka

Senin, 17 Desember 2012

Gangguan Seksualitas Pada Lansia

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia. Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang yang telah penulis uraikan diatas tadi, maka yang akan penulis jadikan pokok permasalahan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.    Disfungsi Seksual Pada Usia Lanjut
2.    Aktivitas Seksual Pada Lansia
3.    Perubahan Fisiologik Akibat Proses Menua
4.    Hambatan Seksual Pada Usia Lanjut
5.    Penatalaksanaan Masalah Seksual Pada Usia Lanjut


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Disfungsi Seksual Pada Usia Lanjut
Dengan semakin baiknya keadaan kesehatan masyarakat, maka penduduk kelompok usia lanjut semakin banyak di masyarakat. Mereka memerlukan perhatian khusus dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi pada usia lanjut. Mereka memerlukan penanganan khusus untuk meningkatkan kualitas hidup mereka sebagai manusia.
Salah satu masalah yang dialami oleh banyak orang pada usia lanjut ialah masalah seksual. Disfungsi seksual merupakan masalah yang umum dialami oleh kelompok usia lanjut, baik pria maupun wanita. Banyak kelompkk usia lanjut yang merasa terganggu dengan disfungsi seksual yang dialaminya.
Masalah seksual pada usia lanjut disebabkan oleh faktor fisik dan psikis yang bergabung menjadi satu. Faktor fisik berupa kemunduran fisik karena usia yang terjadi pada semua bagian tubuh, khususnya yang berkaitan dengan fungsi hormon seks, pembuluh darah, dan saraf. Faktor fisik yang menghambat fungsi seksual kerap muncul pada usia lanjut, seperti perasaan jemu dengan situasi sehari-hari, khususnya dalam hubungan dengan pasangan, perasaan kehilangan kemampuan seksual dan daya tarik, perasaan kesepian, dan perasaan takut dianggap tidak wajar bila masih aktif melakukan hubungan seksual. “Perubahan itu sangat menghambat atau menurunkan fungsi seksual, apalagi kalau terdapat masalah lain, seperti penyakit yang kerap muncul pada usia lanjut dan terganggungnya komunikasi dengan pasangan.
Pada wanita, usia lanjut pada umumnya diidentikkan dengan terjadinya menopause. Pada masa ini, masalah seksual sering terjadi yang berhubungan dengan menurunnya hormon estrogen dan progesteron. Penurunan hormon seks, khususnya testosterone, baik pada pria maupun wanita, tidak semata-mata hanya menumbulkan disfungsi seksual. Dalam kaitannya dengan kualitas hidup, menurunnya hormon testosterone, seperti juga hormon yang lain, dapat menurunkan kualitas hidup. Selanjutnya, kualitas gidup yang menurun dapat menimbulkan akibat buruk dalam berbagai aspek kehidupan.

B.    Aktivitas Seksual Pada Lansia
Hasil penelitian menyebutkan bahwa lebih dari 90 persen gangguan seksual di sebabkan oleh faktor psikologis (psikoseksual).walaupun pengaruh psikologi cukup besar, ternyata pengaruh faktor fisik semakin tinggi pada lansia. Semakin tua usia seseorang, penyebab fisik dapat lebih besar daripada penyebab psikologis.
    Pengaruh Umum Penuaaan fungsi Seksual Pria
Secara umum,pengaruh penuaan fungsi seksual pada pria meluputi hal hal berikut:
1.    fungsi seksual pada lansia yang sehat.
2.    Ereksi penis memerlukan waktu lebih lama dan mungkin tidak sekeras yang sebelumnya.perangsangan langsung pada penis sering kali di perlukan.
3.    Ukuran testis tidak bertambah,elevasinya lambat,dan cenderung turun.
4.    Kelenjar Terjadi penurunan sirkulasi tertosteron,tetapi jarang menyebabkan gangguan penis tampak menurun
5.    Kontrol ejakulasi meningkat. ejakulasi mungkin terjadi setiap 3 episode seksual. penurunan fungsi ejakulasi sulit untuk disembuhkan.
6.    Dorongan seksual jarang terjadi pada pria di atas 50 th.
7.    Tingkat organsme menurun atau hilang.
8.    Kekuatan ejakulasi menurun sehingga organisme kurang semangat.
9.    Ejakulasi selama organisme terdiri dari satu atau dua kontraksi pengeluaran, sedangkan pada orang yang lebih muda dapat terjadi empat kontraksi besar dan di ikuti kontraksi kecil sampai beberapa detik.
10.    Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada organ genital eksterna yang tidak biasa. Frekuensi kontraksi sfingter ani selama organsme menurun.
11.    Setelah ejakulasi,penurunan ereksi dan testis lebih cepat terjadi.
12.    Kemampuan ereksi setelah ejakulasi semakin panjang,pada umumnya dua belas sampai empat puluh delapan jam setelah ejakulasi.Ini berbeda pada orang muda yang hanya membutuhkan beberapa menit saja.
13.    Pada klimaksnya, hubungan seksual masih memberikan kepuasan yang kuat.
    Pengaruh Umum Penuaan Fungsi Seksual Wanita.
Secara umum pengaruh penuaan fungsi seksual wanita sering dihubungkan dengan penurunan hormon,seperti berikut ini:
1.    Lubrikasi vagina memerlukan waktu lebih lama.
2.    Pengembanagan dinding vagina berkurang pada panjang dan lebarnya.
3.    Dinding vagina menjadi lebih tipis dan mudah teriritasi.
4.    Selama hubungan seksual dapat terjadi iritasi pada kandung kemih dan uretra.
5.    Sekresi vagina berkurang keasamannya,meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
6.    Penurunan elevasi uretra
7.    Atrofi labia mayora dan ukuran klitoris menurun.
8.    Fase organsme lebih pendek.
9.    Fase resolusi muncul lebih cepat
10.    Kemampuan multipel organsme masih baik.
Aktivitas seksual mungkin terbatas karna ketidakmampuan spesifik,terapi dorongan seksual,ekspresi cinta,dan perhatian tidak seksual diasumsikan dengan sakit, lebih baik perhatian difokuskan pada sesuatu yang mungkin dilakukan. Pengaruh psikososial dari ketidakmampuan pada umumnya mempunyai pengaruh yang lebih negatif pada fungsi seksual daripada gangguan fisik akibat ketidakmampuan itu sendiri. Mengembangkan kepercayaaan diri dan membentuk ekspresi seksual yang baru dapat banayak membantu pada lansia yang mengalami ketidakmampuan seksual.
Artritis dengan deformitas pada sendi,memungkinkan terjadinya kontraktur dan nyeri, kanker dengan nyeri dan komplikasi operasi,kemoterapi dan radiasi, gangguan neuromuskular yang menyebabkan lansia merasa kurang menarik dan mempunyai daya tarik seksual.Perasaaan negatif ini menghambat pengembangan emosi dan fisik.beberapa penyakit.dihubungkan dengan penurunan daya tahan atau nyeri dapat menyebabkan ketakutan dan menghalangi dorongan aktifitas seksual. Ketakutan dan persepsi negatif ini harus diatasi sehingga lansia dapat menikmati kehidupan/ hubungan seksualnya.
Pada beberapa lansia, kunci untuk mempertahankan kemampuan seksual secara penuh adalah kemampuan untuk mengubah pola lama ke pola baru dengan baik,Hubungan seksual tradisiaonal,artinya posisi laki-laki di atas mungkin sangat memuaskan orang pada saaat masih muda.Akan tetapi,penelitian terakhir menunujukkan bahwa variasi posisi ternyata lebih memuaskan atau minimal dapat dinikmati.
    Sikap dan Posisi Hubungan Seksual
Sikap dan posisi hubungan seksual yang dapat meningakatkan partisipasi seksual pada lansia adalah sebagai berikut:
1.    Memahami perubahan normal yang berhubungan dengan lansia.
2.    Meningkatkan komunikasi pada masalah non-seksual sama baiknya dengan komunikasi seksual.
3.    Menikmati setiap kejadian.Jangan terburu-buru,kurangi ketakutan.
4.    Menggunakan posisi seperti miring atau duduk yang tidak terlalu banyak menumpu dalam kontraksi otot lengan secara Isometrik.
5.    Gunakan posisi yang tidak menekan sendi,tengkurap yang menimbulkan nyeri atau strain otot.
6.    Lakukan stimulasi oral-genital.
7.    Stimulasi oragan genital secara manual.
8.    Gunakan vibrator sendiri atau dengan pasangan.
9.    Lakukan masturbasi sendiri atau dengan pasangan.
10.    Konsultasi dengan dokter apabila ada masalah impotensi.
11.    Gunakan teknik stuffing,yaitu masukkan penis ke vagina sebelum ereksi penuh tercapai. Penis biasanya akan menjadi lebih keras/tegang sebagai hasil stimulasi di dalam vagina.
12.    Gunakan pelumas seperti K-Jelly selama hubungan seksual atau masturbasi.
13.    Lakukan pelukan, ciuman, usapan, rayuan dan canda.
14.    Lakukan gaya hidup yang sehat, yaitu cukup istirahat,olahraga secukupnya,jangan merokok, serta jangan makan atau minum yang berlebihan.
15.    Ciptakan suasanan yg romantis.
16.    Perhatikan kebersihan diri dan penampilan diri agar pasangan tertarik.

C.    Perubahan Fisiologik Akibat Proses Menua
Pada dasarnya perubahan fisiologik yang terjadi pada aktifitas seksual pada usia lanjut biasanya berlangsung secara bertahap dan menunjukan status dasar dari aspek vaskuler ,hormonal dan neurilogiknya.(Alexander and Allison 1989). Kaplan membagi iklus tanggapan seksual dalam beberapa tahap.
Fase pasca orgasmik Terutama dipengaruhi oleh penyakit baik dirinya atau pasangan masalah hubungan antar keduanya, harapan cultural dan hal-hal tentang harga diri. Desire/hasrat padfa lansia wanita mungkin munurun dengan makin lanjutnya usia ,tetapi hal ini bisa bervariasi.
Pembesaran payudara berkurang ,semburat panas dikulit menurun ;elastisitas dinding vagina menurun ,lubrikasi vagina menurun .iritasi uretra dan kandung kemih miningkat, otot-otot yang menegang pada fase ini menurun.
Tanggapan orgasmic mungkin kurang intens disertai lebih sedikit kontraksi, kemampuan untuk mendapatkan orgasme multiple berkurang dengan makin lanjut usia
Mungkin terdapat periode refrakter dimana pembangkitan gairah secara segera lebih sukar Interval untuk meningkatkan hasrat melakukan kontak seksual meningkat. hasrat dipengaruhi oleh penyakit,kecemasan akan melakukan seks dan masalah hubungan antara pasangan .mulai usia 55 tahun testosterone menurun bertahap yang akan mempengarihi libido.
Membutuhkan waktu lebih lama untuk ereksi ,ereksi kurang begitu kuat .testosteron menurun ,produksi sperma menurun bertahap mulai dari usia 40 tahun ‘elevasi testis ke perineum lebih lambat dan lebih sedikit ,penguasaan atas ejakulasi biasanya mulai sedikit
Kemampuan mengontrol ejakulasi membaik,kekuatan kontraksi otot dirasakan berkurang jumlah kontraksi /orgasme menurun ,volume ejakulat menirun. Periode refrakter memanjang secara fisiologik ,dimana ereksi dan orgasme berukutnya lebih sukar terjadi.
D.    Hambatan Aktivitas Seksual Pada Usia Lanjut
Pada usia lanjut terdapat berbagai hambatan untik melakukan aktivitas seksual yang dapat dibagi menjadi hambatan eksternal yang dating dari lingkungan dan hambatan internal yang terutama berasal dari subyek lansianya sendiri.
Hambatan eksternal biasanya berupa pandangan social ,yang mengaggap bahwa aktivitas sosial tidak layak . Pada lansia yang yng berada diinstitusi ,misalnya hambatan terutama adalah karena peraturan dan ketiadaan privasi di institusi tersebut. Hambatan internal psikologik seringkali sulit dipisahkan secara jelas degan hambatan eksternal.
Obat-obatan yang sering diberikan pada penderita usia lanjut dengan patologi multipel juga sering menyebabkan berbagai gangguan fungsi seksual pada usia lanjut.

E.    Penatalaksanaan Masalah Seksual Pada Usia Lanjut
Penatalaksanaan penderita lansia dengan masalah seksual sebaiknya dilakukan dihadapan kehadiran pasangangannya. Anameses harus rinci,mengikuti awitan, jenis maupun intensitas gangguan yang dirasakan juga anamisis tentang gangguan sistemik maupun organik yang dirasakan.penelaah tentang gangguan psikologi (kesepian, depresi, duka cita, gangguan kongniktif harus pula dilakukan.
Tidak kala pentingnya anamisis tentang obat-obatan yang diminum, pemeriksaan fisik mengikuti seluruh organ dari kepala samapai keujung kaki. setatus lokalis organ seksual perlu mendapatkan perhatian khusus. Pemeriksaan tambahan yang dilakukan meliputi keadaan jantung, hati, ginjal dan paru-paru. Setatus indrogin dan metabolik meliputi keadaan gula dara, setaus gizi dan kalau diperlukan setatus hormonal tertentu (testoteron, teroit dan proplaktin pada pria dan ekstrogen dan progestrorol pada wanita) apa bila penuaan mengenai disfunsi ereksi pada pria.
Terapi yang diberikan tentu saja tergantung dalam diaknosis penyakit/gangguan yang mendasari keluhan tersebut dan sebaiknya dilakukan oleh suatu tim multi disiplin. Pada keadaan dinfusi ereksi, terapi yang diperlukan berupa (Weg, 1986; Leslie, 1987; Hadi-Martono, 1996):
1.    Terapi psikolgik
2.    medika mentosa (hormonal atau injeksi intra korpureal dengan mengunakan papaverin atau altrostaldil)
3.    pengobatan dengan alat vakum
4.    pembedahan baik pembedahan vaskulen atau untuk pemasangan proteksis penis
Salah satu obat peroral yang baru-baru ini meningkat popularitasnya untuk pengobatan DE adalah sildenafil sitrat (VIAGRA) obat ini bekerja dengan jalan memblok pemecahan GMP siklik yang mempertahankan vasedilatasi kavernosa, hanya bisa diberikan apabila keadaan vaskuler penis masih intak. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa interaksi obat ini dengan golongan nitrat dapa menyebabkan hipotensi bahkan syok (Vinik 1998).

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Salah satu masalah yang dialami oleh banyak orang pada usia lanjut ialah masalah seksual. Disfungsi seksual merupakan masalah yang umum dialami oleh kelompok usia lanjut, baik pria maupun wanita. Banyak kelompkk usia lanjut yang merasa terganggu dengan disfungsi seksual yang dialaminya.
Pada wanita, usia lanjut pada umumnya diidentikkan dengan terjadinya menopause. Pada masa ini, masalah seksual sering terjadi yang berhubungan dengan menurunnya hormon estrogen dan progesteron.
Pada pria lanjut, tidak ada suatu proses yang berhenti seperti pada wanita yang mengalami menoupouse. Tetapi, pada pria usia lanjut juga mengalami penurunkan fungsi seksual yang acapkali menibulkan masalah seksual. “Istilah andopause kerap kali digunakan untuk menunjukkan suatu masa pada pria usia lanjut yang mengalami penurunan fungsi seksual dan fungsi organ tubuh pada umumnya.

B.    Saran
Agar mahasiswa mengetahui aspek- aspek seksualitas pada lansia.dan mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada lansia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya pada mahasiswa Stikes Bina Bangsa Majene.

DAFTAR PUSTAKA

Adimulya, A. Respon seksual pria usia senja dan beberapa permasalahannya.naskah simposium hubungan suami istri pada usia lanjut, semarang 1986.
Hadi-Martono . Kegiatan seksual pada lanjut usia. Naskah simposium sek rotary Club Purwokerto, 1996.
http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/17/masalah-seksual-lansia/
http://jainiyubmee.blogspot.com/2011/07/makalah-seksualitas-pada-lansia.html (diakses pada tanggal 23 Mei 2012 pukul 17.40)