Entri yang Diunggulkan

Makalah kebersihan lingkungan

KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan makhluk yang serba indah. Dengan rahmat dan hidayah-Nya saya dapat me...

Selasa, 21 Mei 2013

VAKUM, FORCEP DAN ASFIKSIA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Menjelang masa persalinan, ibu hamil tentulah menginginkan persalinan dilakukan dengan cara normal. Karena persalinan normal merupakan cara terbaik untuk melahirkan si buah hati ke dunia, dimana resiko dan efek yang dihasilkan sangat minim bahkan mungkin tidak ada. Namun meskipun demikian, jika persalinan tidak berjalan sesuai yang diharapkan, maka petugas medis akan melakukan beberapa tindakan dengan menggunakan peralatan guna mendukung kelancaran proses persalinan. Berikut jenis-jenis persalinan yang biasa dilakukan yang perlu diketahui oleh para ibu hamil dan tindakan seperti apa saja yang dilakukan dari tiap-tiap jenis persalinan tersebut.
Berbagai persiapan sudah dilakukan sejak awal kehamilan hingga menjelang persalinan, mulaidari menjaga pola makan hingga senam hamil. Namun ketika persalinan tiba, semuanya ternyatasia-sia sehingga diperlukan tindakan bantuan untuk memperlancar proses kelahiran si buah hati.
Setiap calon ibu pasti menginginkan proses persalinan yang sehat dan lancar. Namun, bagaimana bila keinginan itu ternyata tak bisa terwujud karena kondisi tertentu. Proses persalinan dengan bantuan terpaksa dilakukan jika persalinan normal tak mungkin untuk dilakukan karena akanmembahayakan si janin maupun si ibu. Misalnya yaitu tindakan episiotomi yang dilakukankarena beberapa kondisi tertentu, seperti risiko terjadinya kerobekan yang parah dan berhubungan dengan daerah anus, ukuran bayi yang sangat besar, posisi bayi yang sungsang,serta kelahiran yang membutuhkan forsep atau vakum.

B.    Tujuan
Untuk mengetahui keuntungan, kekurangan, indikasi, teknik penggunaan Vakum dan Forsep serta defenisi dan penjelasan Asfiksia

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Persalinan Dibantu Alat
Proses persalinan akan menjadi masa-masa membahagiakan sekaligus menegangkan. Meski ibu telah mempersiapkan persalinan jauh-jauh hari, mungkin saja persalinan tak “semulus” yang diduga. Terkadang, keadaan janin menyulitkannya untuk keluar atau keadaan ibu kurang baik (lelah, sakit). Pada keadaan seperti itu, persalinan mungkin membutuhkan bantuan, salah satunya dengan ekstraksi vakum atau forsep.
Bantuan persalinan dipertimbangkan bila pembukaan mulut rahim sudah lengkap, Ibu sudah mencoba melahirkan tetapi bayi tak juga keluar lebih dari satu jam pada ibu yang pernah melahirkan dan lebih dari dua jam pada ibu yang baru pertama kali melahirkan.
Untuk faktor bayi, masalah yang bisa timbul adalah bayi mengalami distress dalam arti bunyi jantung janin melemah. Lalu, ada kemungkinan bayi mengalami kekurangan oksigen atau HIE ( Hipoksik Iskemi Encepalopathy), sehingga ia harus segera dilahirkan.
Sedangkan untuk contoh dari kegagalan kemajuan persalinan adalah masalah waktu. Misalnya, ibu yang menjalani operasi caesar pada persalinan sebelumnya dan pada persalinan berikutnya ini ingin melahirkan secara normal; maka hal itu bisa saja dilakukan namun ia dibatasi waktu, yaitu hanya boleh mengejan dalam waktu 20 menit. Bila lebih dari itu, proses persalinannya harus dibantu dipercepat dengan menggunakan alat bantu. Tindakan ini dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya robekan pada rahim.
Sejauh ini ada dua alat bantu yang sering dipakai dalam proses kelahiran, yaitu forceps dan vakum. Kalau yang dibutuhkan hanya tarikan, tanpa perlu memutar, misalnya posisi kepala bayi sudah menghadap ke bawah, maka dokter biasanya menggunakan forceps. Tetapi, kalau kita butuh memutar posisi kepala bayi yang agak melintang, maka dokter biasanya mengunakan vakum, atau forceps khusus seperti Kjelland forceps.

B.    Persalinan dibantu Vakum (Ekstrasi Vakum)
Disebut juga ekstrasi vakum. Vakum adalah satu alat yang menggunakan cup penghisap yang dapat menarik bayi keluar dengan lembut.
Pada penggunaan alat vakum, trauma hanya terjadi di daerah kepala bayi. Selain caput succedanium atau tonjolan pada kulit kepala, kalau tarikan atau tekanannya terlalu besar, maka dikhawatirkan ada pembuluh darah kecil yang putus saat vakum dilepas. Bila hanya caput succedanium yang terjadi, hal ini biasanya akan kembali normal dalam dua atau tiga hari. Proses ini bisa dipercepat bila kepala bayi tidak diangkat-angkat. Pemasangan vakum yang benar adalah benar-benar di puncak kepala bayi yang posisinya menunduk. Jadi, lebih dekat ke ubun-ubun kecilnya.
Cara kerjanya sangat sederhana, yaitu vakum diletakan diatas kepala bayi, kemudian ada selang yang menghubungkan mangkuk ke mesin yang bekerja dengan listrik atau pompa. Alat ini berpungsi membantu menarik kepala bayi ketika Anda mengejan. Jadi tarikan dilakukan saat Anda mengejan, dan saat mulut rahim sudah terbuka penuh (Fase Kedua) dan kepala bayi sudah berada dibagian bawah panggul.
Persalinan dengan vakum dilakukan bila ada indikasi membahayakan kesehatan serta nyawa ibu atau anak, maupun keduanya. Jika proses persalinan cukup lama sehingga ibu sudah kehilangan banyak tenaga, maka dokter akan melakukan tindakan segera untuk mengeluarkan bayi, misalnya dengan vakum. Keadaan lain pada ibu, yaitu adanya hipertensi (preeklamsia) juga merupakan alasan dipilihnya vakum sebagai alat bantu persalinan. Dalam keadaan demikian, Anda tidak boleh mengejan terlalu kuat karena mengejan dapat mempertinggi tekanan darah dan membahayakan jiiwa Anda. Vakum juga dikerjakan apabila terjadi gawat janin yang ditandai dengan denyut jantung janin lebih dari 160 kali permenit atau melambat mencapai 80 kali permenit yang menandakan bahwa bayi telah mengalami kekurangan oksigen (hipoksia).
Proses persalinannya sendiri menghabiskan waktu lebih dari 10 menit. Namun, dibutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk menjalani seluruh prosedur.
Selain sesuai dengan keadaan diatas, vakum baru boleh dikerjakan bila sarat-saratnya terpenuhi. Sarat tersebut yaitu panggul ibu tidak sempit, artinya dapat dilewati oleh janin, janin tidak terlalu besar, pembukaan sudah lengkap, dan kepala janin sudah memasuki dasar panggul ibu. Jika sarat tersebut tidak terpenuhi, misalnya janin terlalu besar dan kepala janin masih terletak tinggi didalam panggul, maka operasi seksio caesaria adalah pilihannya.
EFEK SAMPING
Selain sesuai dengan keadaan diatas, vakum baru boleh dikerjakan bila sarat-saratnya terpenuhi. Sarat tersebut yaitu panggul ibu tidak sempit, artinya dapat dilewati oleh janin, janin tidak terlalu besar, pembukaan sudah lengkap, dan kepala janin sudah memasuki dasar panggul ibu. Jika sarat tersebut tidak terpenuhi, misalnya janin terlalu besar dan kepala janin masih terletak tinggi didalam panggul, maka operasi seksio caesaria adalah pilihannya.
Efek samping dari persalinan dengan dibantu vakum ini adalah terjadi perlukaan yang lebih luas pada jalan lahir, juga pendarahan dijalan lahir. Sedangkan pada bayi, resiko vakum secara umum adalah terjadinya luka atau lecet dikulit kepala. Inipun dapat diobati dengan obat anti septik. Kondisi ini biasanya akan hilang sendiri setelah bayi usia seminggu. Resiko yang lebih berat adalah terjadinya pendarahan diantara tulang-tulang kepala (cephal hematome), juga terjadi pendarahan dalam otak.
Masalah yang bisa terjadi pada penggunaan vakum adalah bila mangkuknya lepas, atau bocor. Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan waktu kita memasang alat vakum adalah tidak boleh ada bagian ibu, misalnya sebagian vagina, yang ikut terjepit, sehingga saat ditarik akan robek. Umumnya, kalau pembukaan sudah lengkap, hal ini tidak terjadi. Bila pada penggunaan forceps tenaga ibu dialihkan sepenuhnya ke tenaga penolong, maka pada penggunaan vakum kita masih butuh tenaga ibu. Jadi, pada vakum, tarikan dimulai bersama-sama dengan kontraksi sambil ibu mengejan.
Untuk mengurangi risiko yang timbul akibat penggunaan forceps atau vakum, syarat pemasangannya dibuat lebih ketat. Bila dulu dikenal istilah forceps atau vakum tinggi, tengah dan rendah, maka kini yang tengah dan tinggi tidak dilakukan lagi. Jadi, yang sekarang dilakukan adalah forceps atau vakum rendah di mana kepala bayi sudah mau keluar atau sudah kelihatan. Bila dilakukan forceps rendah, tangan dari penolong persalinan bisa memegang kepala bayi lebih baik.
Selain itu, terjadinya robekan pada vagina, bahkan sampai ke mulut rahim, bisa diminimalkan risikonya. Bila dilakukan vakum rendah maka risiko perdarahan di bawah selaput otak, atau bahkan dalam otak, yang disebabkan oleh perbedaan tekanan menjadi lebih kecil. Jadi, sekarang ini syarat-syarat yang harus dipenuhi sudah diperketat, sehingga penggunaan alat bantu persalinan lebih aman, baik untuk ibu maupun bayi.

C.    Persalinan Dibantu forsep (ekstrasi forsep)
Forsep merupakan alat bantu persalinan yang terbuat dari logam menyerupai sendok. Berbeda dengan vakum, persalinan yang dibantu forsep bisa dilakukan meski Anda tidak mengejan, misalnya saat terjadi keracunan kehamilan, asma, atau penyakit jantung. Persalinan dengan forsef relatip lebih beresiko dan lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan vakum. Namun kadang terpaksa dilakukan juga apabila kondisi ibu dan anak sangat tidak baik.
Dokter akan meletakan forsep diantara kepala bayi dan memastikan itu terkunci dengan benar, artinya kepala bayi dicengkram dengan kuat dengan forsep. Kemudian forsep akan ditarik keluar sedangkan ibu tidak perlu mengejan terlalu kuat. Persalinan forsep biasanya membutuhkan episiotomi.
Forsep digunakan pada ibu pada keadaan sangat lemah, tidak ada tenaga, atau ibu dengan penyakit hipertensi yang tidak boleh mengejan, forsep dapat menjadi pilihan. Demikian pula jika terjadi gawat janin ketika janin kekurangan oksigen dan harus segera dikeluarkan. Apabila persalinan yang dibantu forsep telah dilakukan dan tetap tidak bisa mengeluarkan bayi, maka operasi caesar harus segera dilakukan.

 Pada bayi dapat terjadi kerusakan saraf ketujuh (nervus fasialis), luka pada wajah dan kepala, serta patah tulang wajah dan tengkorak. Jika hal itu terjadi, bayi harus diawasi dengan ketat selama beberapa hari. Tergantung derajat keparahannya, luka tersebut akan sembuh sendiri. Sedangkan pada ibu, dapat terjadi luka pada jalan lahir atau robeknya rahim (ruptur uteri).
Tindakan operasi caesar ini hanya dilakukan jika terjadi kemacetan pada persalinan normal atau jika ada masalah pada proses persalinan yang dapat mengancam nyawa ibu dan janin. Keadaan yang memerlukan operasi caesar, misalnya gawat janin, jalan lahir tertutup plasenta (plasenta previa totalis), persalinan meacet, ibu mengalami hipertensi (preeklamsia), bayi dalam posisi sungsang atau melintang, serta terjadi pendarahan sebelum proses persalinan.
Pada beberapa keadaan, tindakan operasi caesar ini bisa direncanakan atau diputuskan jauh-jauh hari sebelumnya. Operasi ini disebut operasi caesar elektif. Kondisi ini dilakukan apabila dokter menemukan ada masalah kesehatan pada ibu atau ibu menderita suatu penyakit, sehingga tidak memungkinkan untuk melahirkan secara normal. Misalnya ibu menderita diabetes, HIV/AIDS, atau penyakit jantung, caesar bisa dilakukan secara elektif atau darurat (emergency). Elektif maksudnya operasi dilakukan dengan perencanaan yang matang jauh hari sebelum waktu persalinan. Sedangkan emergency berarti caesar dilakukan ketika proses persalinan sedang berlangsung, namun karena suatu keadaan kegawatan maka operasi caesar harus segera dilakukan.
Dokter akan meletakan forsep diantara kepala bayi dan memastikan itu terkunci dengan benar, artinya kepala bayi dicengkram dengan kuat dengan forsep. Kemudian forsep akan ditarik keluar sedangkan ibu tidak perlu mengejan terlalu kuat. Persalinan forsep biasanya membutuhkan episiotomi.
Forsep digunakan pada ibu pada keadaan sangat lemah, tidak ada tenaga, atau ibu dengan penyakit hipertensi yang tidak boleh mengejan, forsep dapat menjadi pilihan. Demikian pula jika terjadi gawat janin ketika janin kekurangan oksigen dan harus segera dikeluarkan. Apabila persalinan yang dibantu forsep telah dilakukan dan tetap tidak bisa mengeluarkan bayi, maka operasi caesar harus segera dilakukan.
Pada bayi dapat terjadi kerusakan saraf ketujuh (nervus fasialis), luka pada wajah dan kepala, serta patah tulang wajah dan tengkorak. Jika hal itu terjadi, bayi harus diawasi dengan ketat selama beberapa hari. Tergantung derajat keparahannya, luka tersebut akan sembuh sendiri. Sedangkan pada ibu, dapat terjadi luka pada jalan lahir atau robeknya rahim (ruptur uteri).
Kadang-kadang, risiko trauma atau cedera yang terjadi pada ibu atau bayi bisa lebih besar pada persalinan dengan alat bantu forceps daripada persalinan dengan alat bantu vakum. Kedua bagian alat forceps itu dipasang satu demi satu. Kalau yang satu mudah tapi yang kedua sulit sehingga miring atau tidak bisa dikunci, maka tidak boleh ditarik. Itu artinya pemasangan forceps gagal dan perlu diulang lagi. Bila dipaksakan, kondisi ini dapat mencederai ibu, dan bisa mencederai atau merobek bibir, hidung, mata atau bagian lain dari kepala bayi.

D.    Asfiksia
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia.
Etiologi
Biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan komplikasi, misalnya DM,PEB, eritroblastosis fetalis, kelahiran kurang bulan.
•    Terjadi apabila saat lahir bayi mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga kekurangan persediaan O2 dan kesulitab pengeluaran CO2.
•    Faktor yang terdapat pada janin / bayi karena sperti adanya gangguan aliran tali pusat yang menumbung, tali pusat melilit leher.
•    Terjadinya depresi pernapasan bayi karena obat / analgetik yang diberikan pada ibu.
•    Adanya gangguan tumbuh kembang intrauterin dan kelainan bawaan (aplasia paru, atresia saluran napas).
Patofisiologi
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus.
Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
Tanda dan Gejala
•    Distres pernafasan (Apnu / megap-megap)
•    Detak jantung
•    Refleks / respons bayi lemah
•    Tonus otot menurun
•    Warna kulit biru / pucat

Pemeriksaan Penunjang
•    Foto polos dada
•    USG kepala
•    Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
Pemeriksaan Diagnostik
1.    Analisa gas darah
2.    Elektrolit darah
3.    Gula darah
4.    Baby gram
5.    USG ( Kepala )
6.    Penilaian APGAR score
7.    Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
8.    Pengkajian spesifik
Penatalaksanaan
Tindakan dilakukan pada setiap bayi tanpa memandang nilai apgar. Segera setelah lahir, usahakan bayi mendapat pemanasan yang baik, harus dicegah atau dikurangi kehilangan panas pada tubuhnya, penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar dan untuk meringankan tubuh bayi, mengurangi evaporasi.
Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah, pengisapan saluran nafas bagian atas, segera dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari timbulnya kerusakan mukosa jalan nafas, spasmus larink atau kolaps paru. Bila bayi belum berusaha untuk nafas, rangsangan harus segera dikerjakan, dapat berupa rangsangan nyeri dengan cara memukul kedua telapak kaki, menekan tendon Achilles atau pada bayi tertentu diberikan suntikan vitamin K.



Komplikasi
Edema otal, perdarahan otak, anusia dan oliguria, hiperbilirubinumia, enterokolitis, nekrotikans, kejang, koma. Tindakan bag and mask berlebihan dapat menyebabkan pneumotoraks.
1.    Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis.
2.    Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan paru, edema paru.
3.    Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans.
4.    Ginjal: tubular nekrosis akut, siadh.
5.    Hematologi: dic
Diagnosis
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu diperhatikan. Denyut jantung janin. Frekuensi normal adalah antara120 dan 160 denyut/menit selama his frekuensi turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak besar, artinya frekuensi turun sampai dibawah 100 x/ menit diluar his dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
Mekonium dalam air ketuban. Mekonium pada presentasi – sungsang tidak ada, artinya akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan. Oksigenisasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Biasanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepaladapat merupakan indikasi untuk mengakhir persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
Pemeriksaan pH darah janin. Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Vakum adalah satu alat yang menggunakan cup penghisap yang dapat menarik bayi keluar dengan lembut. Persalinan dengan vakum dilakukan bila ada indikasi membahayakan kesehatan serta nyawa ibu atau anak, maupun keduanya.
Forsep merupakan alat bantu persalinan yang terbuat dari logam menyerupai sendok. Persalinan dengan forsef relatip lebih beresiko dan lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan vakum

B.    Saran
Diharapkan sepanjang kehamilan ibu memeriksakan kehamilannya terutama apabila ibu merasakan sesuatu yang tidak sewajarnya, dianjurkan juga untuk USG guna mengetahui janin beserta letak tali pusatnya.



DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI. Markum. AN. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. BCS. IKA Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
http://www.anakku.net/vakum-dan-forsep.html
http://itafebrianii.wordpress.com/2012/06/29/macam-macam-persalinan/
http://modulkesehatan.blogspot.com/

4 komentar: