Entri yang Diunggulkan

Makalah kebersihan lingkungan

KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan makhluk yang serba indah. Dengan rahmat dan hidayah-Nya saya dapat me...

Rabu, 09 Januari 2013

ASUHAN KEBIDANAN INTRANATAL NY ”H” DENGAN KETUBAN PECAH DINI

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu. Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan, pada keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Prawirohardjo, 2008).
Kebanyakan ibu dengan ketuban pecah dini akan mengalami persalinan spontan dan hasilnya baik. Namun ada bahanya yang berhubungan dengan ketuban pecah dini meliputi infeksi, tali pusat menumbung, infeksi iatrogenik asenden dari pemeriksaan vagina dan perlunya induksi atau augmentasi persalinan dengan intervensi yang sesuai (Chapman, 2006).
Kematian ibu memang menjadi perhatian dunia international,  World Health organization (WHO) memperkirahkan diseluruh dunia lebih dari 585, 000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil dan bersalin, salah satunya ialah persalinan ketuban pecah dini (KPD). Tahun 2008 terdapat 23 (4%) persalinan prematur dari 580 persalinan normal karena ketuban pecah dini, 93 (39) sedangkan 2009 terdapat 32 (6%) persalinan prematur dari 541 persalinan noemal karena ketuban pecah dini 12 (37, 5%) (Mitra, 2010).
Di asia tenggara (ASEAN) ketuban pecah dini (KPD) masih tergolong tinggi, angka kematian  ibu akibat ketuban pecah dini yang tidak nyaman diperkirahkan berturut-turut 170 ribu dan 1,3 juta pertahun (98%) dari seluruh persalinan normal dan KPD diasia tenggara salah satu penyumbangnya ialah Indonesia (Arali, 2009 ).
Ketuban pecah dini (KPD) di Indonesia secara global 80% kematian ibu. Pola penyebab langsung dimana-mana yaitu perdarahan (25%) biasanya perdarahan pasca persalinan,sepsis (15%) hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%) komplikasi abortus tidak aman (13%), ketuban pecah dini (4%) dan sebab-sebab lainnya (8%) (Wiknjosastro, 2008).
Menurut data dari dines kesehatan angka kejadian dipropinsi sulawesi barat tahun 2008 (9,62%) dari persalinan ketuban pecah dini (KPD) sedangkan pada tahun 2009 (5,25%) dari persalinan ketuban pecah dini. Dari data diatas menunjukkan bahwa persalinan dengan KPD pada tahun 2008-2009 masih cukup tinggi dan masih memerlukan penatalaksanaan yang tepat sehingga angka kematian ibu dan bayi dapat diturunkan.
Berdasarkan data medical records puskesmas Massenga polewali mandar pada tahun 2008 sebanyak 167 orang, dimana didapatkan ibu melahirkan dengan ketuban pecah dini (KPD) sebanyak 32 orang (5%). Pada tahu 2009 ibu melahirkan sebanyak 215 orang dan jumlah persalinan ketuban pecah dini (KPD) sebanyak 11 orang (19%). Pada tahun 2010 ibu melahirkan 201 orang jumlah persalinan ketuban pecah dini (KPD) sebanyak 4 orang (50%). Sedangkan pada tahun 2011 dari bulan januari sampai juni ibu melahirkan sebanyak 32 orang dan jumlah persalinan ketuban pecah dini (KPD) sebanyak 6 orang (5%).
Download KTI lengkap disini

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL NY “ H ” GESTASI 38-40 MINGGU DENGAN LETAK SUNGSANG

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
     Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan bagian terendahnya bokong, kaki, atau kombinasi keduanya. Penyebab terjadinya presentasi bokong belum diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa factor resiko selain prematuritas, yaitu abnormalis struktural uterus, polihidramnion, plasenta previa, multiparitas mioma uteri, kehamilan multiple anomaly janin (Anansefali, Hidrosepalus) dan riwayat persentase bokong sebelumnya. (Wiknjosastro, 2008 hal : 588).
     Menurut World Health Organitation (WHO) pada tahun 2006 memperkirakan 536.000 perempuan meninggal dunia akibat komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan dan nifas. Di Indonesia melalui perhitungan BPS angka kematian ibu (AKI) Tahun 2007 sebesar 248/100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan angka kematian ibu (AKI) tahun 2002 sebesar 307/100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari  target Millenim Devollopment Goals (MDG) 2015 (102/100.000 kelahiran hidup) sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua komponen  untuk mencapai target tersebut.
     Sedangkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 angka kematian ibu di Indonesia yaitu 288/100.000 kelahiran hidup,  sedangkan angka kematian bayi  (AKB) yaitu 32/1000 kelahiran hidup. (SDKI:2007).
     Berdasarkan data yang didapatkan  dari Dinas Kesehatan Jawa Barat 2006 mencapai 500 ibu meninggal dari setiap 100.000 kelahiran. Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ini, angka  kematian  terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 jumlah AKI mencapai 43 orang, tahun 2005 sekitar 50 orang, tahun 2006 sekitar 75 orang dan tahun 2007 sekitar 85 orang. (Harnas : 2000)
      Letak sungsang terdapat 3-4 % dari persalinan yang ada, Terjadinya letak sungsang berkurang dengan bertambahnya umur kehamilan. Letak sunsang terjadi  pada 25% dari persalinan yang terjadi sebelum umur kehamilan 28 minggu, dan 7 % persalinan  terjadi pada minggu ke 32 serta terjadi pada 1-3 % persalinan yang terjadi pada kehamilan aterm.
      Angka morbiditas dan mortalitas perinatal pada letak sungsang masih cukup tinggi. Angka kematian neonatal dini berkisar  9-25 %  lebih tinggi daripada presentase kepala yang hanya 2,6 % atau 3-5 kali dibandingkan janin dengan presentase kepala cukup bulan  (Mbah Yat : 2009).
      Meningkatnya morbiditas  dan mortalitas baik ibu maupun bayi dengan kehamilan letak sunsang di upayakan beberapa usaha untuk menghindari terjadinya persalinan dengan letak sungsang dan salah satu diantaranya  adalah dengan cara Knee-Chest position.
     Letak sungsang ditemukan kira-kira 2-4 %. Dari Grenhil melaporkan 4%-4,5 %, Hooland 2 %-3 %, di RS Dr. Pringadi Medan ditemukan  4 % dan RS Hasan Sadikin Bandung 4’6 % (Wiknjosastro H,  2007 hal 609).
     Angka kematian Ibu di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2008 sebesar 261 per 100.000 kelahiran hidup, jumlah kematian bayi tahun 2007 sebesar 64 orang dan tahun 2008 mencapai 14 per 1.000 kelahiran hidup. (Profil Provinsi Sulawesi Barat 2008).
     Dari data yang di dapat di RSUD Polman tahun 2009 jumlah Ibu hamil yang datang memeriksakan kehamilannya sebanyak 501 jiwa dengan letak bokong 6 orang (1,1%). Pada tahun 2010 ibu yang datang memeriksakan kehamilannya sebanyak 497 jiwa dengan letak bokong sebanyak 12 orang (2,4%). Dan tahun 2011 bulan januari – juni ibu hamil yang datang memeriksakan kehamilanya sebanyak 636 dengan letak bokong 6 orang(0,9%). (Data RSUD Polman).
Download KTI lengkap disini

ASUHAN KEBIDANAN NY“R” DENGAN INFERTILITAS PRIMER

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Hampir setiap pasangan di dunia menginginkan seorang anak, namun sayangnya tidak setiap pernikahan dianugerahi keturunan. Ada 10%-15% pasangan mengalami infertilitas, keadaan tersebut dimulai saat wanita tidak mampu untuk menjadi hamil sampai melahirkan, meskipun telah melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa menggunakan kontrasepsi selama setahun atau lebih, keadaan tersebut lazimnya disebut dengan kekurangsuburan atau dalam bahasa medis  disebut sebagai infertil.  (Hecker, 2003)
     Infertilitas adalah masalah yang dialami pria dan wanita dimanapun di dunia. Walaupun diperkirakan angka kejadiannya  tidak terlalu cermat dan bervariasi dari satu daerah ke daerah lain, sekitar 8% pasangan mengalami masalah infertilitas selama masa reproduksinya, apabila diekstrapolasi ke populasi global ini berarati bahwa antara 50 sampai 80 juta orang mengalami masalah fertilitas, Suatu keadaan yang menimbulkan penderitaan pribadi dan gangguan kehidupan keluarga dan diperkirakan jumlah ini akan terus meningkat. (Hinting, 2004)
Menurut WHO bahwa jumlah pasangan infertil sebanyak 36% diakibatkan adanya kelainan pada si ayah, sedangkan 74% diakibatkan oleh ibu. Hal ini dialami 17% pasangan yang sudah menikah lebih dari 2 tahun dan belum mengalami tanda-tanda kehamilan dan bahkan sama sekali belum hamil. (Addy, 2010)

    Perubahan pola demografi dalam 50 tahun terakhir di Negara maju dan khususnya dalam 20 tahun terakhir di Negara-negara berkembang, angka kejadian infertilitas di negara maju dilaporkan sekitar 5%-8%, dan di negara berkembang sekitar 30%. Word Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 8%-10% atau sekitar 50-80 juta pasangan suami isteri di seluruh dunia mengalami masalah infertilitas, sehingga membuat infertilitas menjadi masalah yang mendesak, kewaspadaan akan hal tersebut jadi meningkat cepat. Banyaknya pasangan infertil di Indonesia dapat diperhitungkan dari banyaknya wanita yang pernah kawin dan tidak mempunyai anak yang masih hidup. Maka menurut sensus penduduk terdapat 12% baik di desa maupun di kota atau kira-kira 3 juta pasangan infertil diseluruh Indonesia. (Wiknjosastro, 2005)
Sesuai dengan paradigma baru Program Nasional Kependudukan/keluarga Berencana di Indonesia telah di ubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi visinya untuk mewujudkan “Kelurga Berkualitas Tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. (Saifuddin, 2005)
Maka kepada pasangan suami isteri yang belum dikaruniai anak seyogyanya diberikan pelayanan kemandulan/infertilitas agar mereka juga dapat mewujudkan tujuan visi tersebut sehingga bagi penanggulangan infertilitas. (Wiknjosastro, 2005)
    Infertilitas dapat disebabkan dari berbagi factor, baik dari factor suami maupun dari factor isteri. Infertilitas karena factor isteri mencakup 45% yang mempunyai masalah pada vagina, serviks, uterus, kelainan tuba, ovarium dan peritoneum. Sedangkan karena factor suami sekitar 40% meliputi kelainan pengeluaran sperma, penyempitan saluran air mani karena infeksi bawaan, factor imunologik, antibody, antisperma seerta factor gizi. Faktorn gabungan yang disebabkan oleh kedua suami isteri sekitar 205-30%, sementara akibat faktor yang tidak terjelaskannya sekitar 10%-15%.(Anwar, 2008)
Download KTI lengkap disini

ASUHAN KEBIDANAN NY “Y” PERSALINAN LAMA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Persalinan adalah suatu proses dimana fetus dan plasenta keluar dari uterus,  ditandai dengan peningkatan aktifitas myometrium ( frekuensi dan intensitas kontraksi) ("show") dari vagina.  Lebih dari 80% proses persalinan berjalan normal,15-20% terjadi komplikasi persalinan. UNICEF dan WHO menyatakan bahwa hanya  5% -10% saja yang membutuhkan seksio sesarea. (Lubis, 2011).
Caldwell dan Moloy menjelaskan bahwa yang lebih sering ditemukan ialah panggul-panggul dengan ciri-ciri jenis satu dibagian belakang dan ciri-ciri jenis yang lain dibagian depan. Berhubung dengan pengaruh faktor ras dan sosial ekonomi, frekuensi dan ukuran jenis panggul berbeda diantara berbagai bangsa. Standar untuk panggul normal pada wanita eropa berlainan dengan standar seorang wanita Asia Tenggara. (Prawirohardjo, 2007). 
Anatomi panggul sempit berarti panggul yang satu atau lebih ukuran diameternya berada di bawah angka normal sebanyak 1 cm atau lebih. Pengertian secara obstetri adalah panggul yang satu atau lebih diameternya kurang sehingga mengganggu mekanisme persalinan normal. Pengertian ini jangan disalah-artikan dengan disproporsi (ke-tidak-seimbangan) secara umum. Contohnya panggul ukuran normal tetapi bayi ukurannya besar sehingga tidak seimbang antara ukuran bayi dengan jalan lahir. Panggul sempit tetap bayinya kecil/prematur maka masih bisa bayinya lahir secara normal (El-Mowaffi, 2009).
Sectio Caesarea ( Bedah Sesar ) adalah konsep melahirkan bayi melalui pembedahan lewat dinding perut. 80% persalinan dapat berlangsung secara normal/persalinan spontan, tanpa memerlukan  bedah sectio, asalkan dilakukan dengan pengawasan yang baik. Ada fakta yang menyebutkan persalinan dengan cara caesar mempunyai risiko kematian ibu 3x lebih besar dibandingkan dengan persalinan normal. Saat ini prevalensi (angka kejadian) persalinan Caesar di Amerika Serikat adalah sekitar 29.1%. Rata–rata prevalensi Caesar di Dunia adalah sekitar 5-15% . Sedangkan di Indonesia, persalinan Caesar di Rumah Sakit pemerintah sekitar 11-15%. ( Admin, 2008).
Setiap tahun sekitar 160 juta perempuan diseluruh dunia hamil sebagian besar kehamilan berlangsung dengan aman. Namun sekitar 15% menderita komplikasi berat, dengan sepertiganya merupakan komplikasi yang mengancam jiwa Ibu komplikasi ini mengakibatkan kematian lebih dari setengah juta jiwa ibu setiap tahun. Jumlah ini diperkirakan 90 % terjadi di Asia dan Afrika subsahara, 10% dinegara berkembang lainnya, dan kurang dari 1 dalam 6.000.000. (Prawirohardjo, 2008).
Menurut data World Health Organization tahun 2009 kasus persalinan seksio sesarea darurat dengan indikasi anak besar 7 orang, partus tak maju 56 orang, CPD 7 orang, Preeklamsi ringan 15 orang, Eklamsi 13 orang, Post date 42 orang. Angka kematian ibu di Indonesia pada saat persalinan tergolong tinggi diantara negara berkembang dengan indikasi anak besar 5 orang, partus tak maju 40 orang, CPD 4 orang. Dinas kesehatan Sulawesi Barat menyebutkan bahwa kematian ibu pada tahun 2008 mencapai 284 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab AKI yaitu partus lama 37 %. (Irawan, 2009).
Tahun 2008 kasus persalinan lama dengan Panggul Sempit di RSUD Mamuju sekitar 2 kasus dari 500 persalinan atau sekitar 0,4%. Tahun 2009 terdapat 1 kasus dari 480 persalinan atau 0,2% kasus persalinan lama dengan panggul sempit. Tahun 2010 terdapat 1 kasus dari 549 persalinan atau 0,1%. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji dan menerapkan Asuhan Kebidanan Ny. “Y” persalinan lama dengan panggul sempit di RSUD Mamuju tanggal 13 s.d 14 November 2010.
Download KTI lengkap disini

ASUHAN KEBIDANAN NY “Y” GESTASI 12-14 MINGGU DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM TINGKAT II

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
      Mual dan muntah merupakan salah satu gejala paling awal, paling umum dan paling menyebabkan stres yang dikaitkan dengan kehamilan. Akan tetapi, sering kali mual dan muntah dianggap sebagai konsekuensi yang normal dari awal kehamilan tanpa dipertimbangkan dampak bahayanya pada ibu hamil dan Keluarganya. (Denise Tiran EGC 2008, hal  2).
      Berdasarkan pengamatan yang dilakukan MDGS (Millenium Doughles Gool’s) salah satu lembaga dari Badan Kesehatan Dunia WHO (Word Health Organisation)  Angka Kematian Bayi ( AKB ) di Indonesia tahun 2006 mencapai 35 kasus dari 100.000 bayi yang dilahirkan, pada tahun 2009 harus menurun hingga mencapai 26 kasus. Untuk kasus Gizi Buruk ( Malnutrisi ) pada tahun 2009, bangsa Indonesia harus mencapai 20 % dari 28,8 % yang terjadi pada tahun 2008.
 ( http : //zerich Wordpress.com/hyperemesis gravidarum.diakses Tanggal   20 Mei 2011, Jam 20.35 Wita ).
      Angka Kematian Ibu ( AKI ) di Indonesia masih tertinggi di ASEAN, sehingga Departemen Kesehatan (DEPKes) melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan di Daerah  untuk menekan kasus Angka Kematian Ibu ( AKI ) tersebut. Penurunan Angka Kematian Ibu ( AKI ) dari tahu 2006  hingga 2009 hanya mencapai 20 orang, hal tersebut terjadi karena untuk membangun bidang kesehatan di Indonesia cukup sulit.
      Tercatat pada tahun 2006 di Indonesia dari kasus 1/100.000 orang Kelahiran  Hidup ( KH ), Angka Kematian Ibu ( AKI ) akibat  melahirkan di Indonesia mencapai 226 orang angka tersebut tercatat yang tertinggi di Asia Tenggara, pada tahun 2009, olehnya itu  Pemerintah Indonesia harus bisa menekankan  Angka Kematian Ibu ( AKI ) di Indonesia, karena melihat target dari Departemen Kesehatan pada tahun 2009 maksimal mencapai 206 kasus Angka Kematian Ibu (AKI ).
( http://www.depkes co.id.hyperemesis gravidarium /htm diakses Tanggal 20 Juni 2011, Jam 21.15 Wita ).
      Tingginya Angka Kematian Ibu  (AKI)  dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia, karena empat faktor yaitu Usia Ibu yang melahirkan bayi sebagian besar dibawah 20 tahun , melakukan proses melahirkan lebih dari tiga anak, tenggang waktu melahirkan anaknya terlalu dekat kurang dari dua tahun, serta usia ibu yang melakukan persalinan lebih dari 35 tahun.
Berdasarkan survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI) 2002 – 2003, menunjukkan sekitar lima belas ribu ibu meninggal karena melahirkan akibat faktor medis yang menjadi penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan 42%, keracunan kehamilan (Eklamsia) 13%, keguguran (Abotrus) 11%, infeksi 10%, persalinan macet (partus lama) 9%, dan penyebab lain 15%.
Depertemen kesehatan (Depkes) menerangkan pada tahun 2009 AKI menjadi 226/100,000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 26/1,000 kelahiran hidup dan data yang di dapatkan dari Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi barat tahun 2010 jumlah persalinan 19.025 jiwa, kelahiran bayi 25.706 jiwa kematian ibu sebanyak 58 jiwa dan kematian bayi 215 jiwa. Sedangkan dari dinas kabupaten polewali mandar     2009-2010 kematian ibu sebanyak 2009 28 jiwa sedangkan bayi 32 jiwa.
(Http://www.google.co.id / di akses tanggal 5 Juni 2011 jam 21.15 wita)
      Berdasarkan data kejadian Hiperemesis Gravidarum  di Puskesmas Massenga polewali. pada tahun 2010 dari 620  kehamilan dan kelahiran, kejadian Hiperemesis Gravidarum berjumh 6 orang (1%) dan 2 diantaranya yang mengalami kejadian Hiperemesis Gravidarum tingkat 1, sedangkan tingkat II sebanyak 4 orang, kemudian pada tahun 2011 dari 312 kehamilan dan kelahiran, kejadian Hiperemesis Grvidarum berjumlah 3 orang (1%), dan dan semuanya tingkat II.
Download KTI Lengkap disini

ASUHAN KEBIDANAN Ny “S” DENGAN CA.CERVIKS

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah
           Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dikemukakan bahwa tujuan kesehatan nasional adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan pembangunan nasional.
        Kanker leher rahim adalah suatu keganasan yang timbul dan berkembang dalam epitel serviks, dan ini merupakan tumor ganas gynekologik yang paling sering ditemukan dengan tumor ganas lainnya pada wanita.Kasus leher rahim ini ditemukan pada wanita yang berusia 31 – 60 tahun ( Prawirohardjo, 2001).
Menurut Herman susanto dalam pidato pengukuhan jembatan guru besar ilmu obstetri dan gynekologi. Universitas padjadjaran (UNPAD) bandung, sabtu(9/2), berdasarkan world cancer report dalam dekade mendatang akan terjadi kenaikan kasus kanker, yaitu sebanyak 50% pada tahun 2000 jumlahya 10 juta kasus dimana 4,7 juta penderitanya adalah wanita.tetapi pada tahun 2020 diperkirakan jumlah kasusnya menjadi 15 juta. Pada tahun 1992 di indonesia,kanker berada di urutan enam sebagai peyakit ganas yang mematikan.
Diantara penyakit-penyakit kanker, setiap tahunya muncul sekitar 500.000 kanker serviks baru didunia sebanyak 80 persen terjadi d negara berkembag dan 200.000 dantara penderita kanker serviks tersebut meninggal setiap tahunnya. (Verasuciati,2011)
Di indonesia sepanjang tahun 1988-1994 dari 10 jenis penyakit kanker,kanker serviks paling tinggi kasusnya, mencapai 26.200 kasus. Jenis kanker lainnya setelah kanker serviks adlah kanker payudara dll., dijawa barat berdasarkan data dari (RSHS) tahun 1987-1988 sebanyak 20.09 penderita kanker merupakan penderita kanker serviks.( Prof dr. Herman Susanto 2010).
Badan kesehatan dunia (WHO) mengatakan , saat ini penyakit kanker serviks menempati peringkat teratas diantara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di indonesia,setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks.
Sekitar 8000 kasus diantaranya berakhir dengan kematian,menurut WHO indonesia merupakan jumlah penderita kanker serviks yang tertinggi di dunia.
DiRSHS jumlah pasien kanker serviks terus meningkat dari tahun ketahun.penderita yang berobat mencapai 400 orang pertahunnya. Kanker serviks disebabkan oleh hubungan seksual dini,partner seks lebih dari satu,infeksi virus piploma humanus (VPH) sosia ekonomi rendah, perokok, nutrisi buruk, berpasangan dengan lelaki yang beresiko tinggi dan terinfeksi HIV.( Prof.dr Harald zur hausen, 2010)
download KTI lengkap disini

ASUHAN KEBIDANAN NY “N”DENGAN ABORTUS INKOMPLIT

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
        Angka kematian ibu ( AKI ) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Word Health Organization (WHO) atau organisasi kesehatan Dunia memperkirakan diseluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau bersalin. Artinya, setiap menit ada satu perempuan yang meninggal,diantaranya disebabkan abortus inkomplit.
         Indonesia menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010 AKI masih cukup tnggi yaitu 226/ 100.000 kelahiran hidup. Tingginya AKI itu menempatkan Indonesia 396 per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah itu meningkat di bandingkan dengan hasil survey 1995, yaitu 373 per 100.000 kelahiran hidup. Departemen kesehatan menargetkan tahun 2015 AKI turun menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup, ini merupakan target pencapai MDGs dan perlu dilakukan upaya terobosan yang efektif dan berkesinambungan. (Departemen kesehatan, 2009).
    Di Indonesia AKI mencapai 248 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk Angka kematian Bayi (AKB) mencapai 246 per 1000 kelahiran bayi, yang artinya setiap enam menit satu bayi meninggal. (Utami, 2008).
    Istilah abortus dipakai untuk menunjukan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sampai saat ini janin terkecil yang dilaporkan dapat hidup diluar kandungan mempunyai berat 297 gram waktu lahir, akan tetapi karena jarangnya janin yang dapat dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus dianggap sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin berat 500 gram atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu, abortus dapat berlangsung spontan secara alamiah ataupun buatan. Beberapa factor yang merupakan predisposisi terjadinya abortus misalnya faktor paritas dan usia ibu. Resiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas dan semakin bertambahnya usia ibu. Usia kehamilan saat terjadinya abortus dapat memberi gambaran tentang penyebab dari abortus tersebut. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama marupakan kelainan sitogenetik.(Prawirohardjo, 2009).
    Menurut Prof. Dr. Wimpie Pangkahila tingkat abortus di Indonesia masih cukup tinggi dibanding dengan negara-negara maju di dunia, yakni mencapai 750.000 sampai 2 juta abortus pertahun dari 6 juta kehamilan dan 2.500 orang diantaranya berakhir dengan kematian. 1 juta program KB, dan 0,7 juta karena tidak pakai alat kontrasepsi(KB). Dari data yang diperoleh dari rekam medik di rumah sakit umum pusat Dr.Mohammad Hoesin Palembang tahun 2006 , angka kejadian abortus sebesar 123 kasus dengan kejadian abortus imminens sebanyak 106 kasus (86,17%),abortus komplit sebanyak 2 kasus (1,62%), abortus inkomplit sebanyak 12 kasus (9,75%) dan missed abortion sebanyak 3 kasus (2,44%). Sedangkan laporan dari rumah sakit Hasan Sadikin Bandung angka kejadian abortus antara 18-19% (Affandi, 2007)
Download KTI lengkap disini

ASUHAN KEBIDANAN NY “J” DENGAN KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
    Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indicator di suatu negara, angka kematian maternal dan neonatal masih tinggi salah satu factor penting dalam upaya menurunkan angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana.(Prawihardjo, 2005)
    Sebab - sebab kematian maternal dapat di bagi dalam 2 golongan, yakni yang langsung di sebabkan oleh komplikasi – komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, dan sebab – sebab yang lain seperti penyakit  jantung, kanker angka kematian maternal di perhitungkan terhadap 1000 atau 10.000 kelahiran hidup, kini di beberapa Negara malahan terhadap 100.000 kelahiran hidup. Di Inggris angka kematian menurun dari 44,2 per 10.000 kelahiran dalam tahun 1928 menjadi 2,5 per 10.000 dalam tahun 1970
    Angka kematiian ibu dan angka kematian bayi di Indonesia masih tinggi di asia tenggara, angka kematian bayi pada tahun 2008 tercatat 31, 04/1000 kelahiran hidup sedangkan pada tahun 2009  tercatat 26/1000 kelahiran hidup angka tersebut masih lebih tinggi di banding Malysia dan Singapura yang masing – masing sebesar 16,39/1000 dan 2,3/1000 kelahiran hidup (Cornelius, 2009)
    Negara – negara barat telah berhasil menurunkan angka kematian maternal dan kini angka kematian perinatal di gunakan sebagai ukuran untuk menilai kualitas pengawasan antenatal. Upaya untuk meningkatkan kualitas manusia seyogyanya harus sedini mungkin sejak janin dalam kandungan dan sangat tergantung kepada kesejahteraan ibu termasuk kesehatan dan keselamatan reproduksi oleh karena itu upaya meningkatkan status kesehatan ibu dan anak di Indonesia merupakan salah satu proiritas (Prawihardjo, 2007) .
    Angka kematian bayi di negara ASEAN (asociation of southeast asian nations) seperti Singapura 3/1000 kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1000 kelahiran hidup, Vietnam 18/1000 kelahiran hidup, Thailand 17/1000 kelahiran hidup dan Piliphina 26/1000 kelahiran hidup sedangkan  Indonesia cukup tinggi yaitu 26,9/1000 kelahiran hidup (Departeme Kesehatan).
    Angka kematian bayi di Indonesia pada tahun 2008 31,04/1000 kelahiran hidup sedangkan pada tahun 2009 tercatat 26/1000 kelahiran hidup.
Download KTI Lengkap disini

ASUHAN KEBIDANAN Ny “C” KEHAMILAN EKTOPIK

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar  Belakang
Tenaga kesehatan seperti perawat atau bidan merupakan bagian yang integral dari sistim kesehatan nasional. Pengaruh yang pesat di bidang teknologi social serta kedokteran mengakibatkan pelayanan yang lebih baik, keadaan ini merupakan tantangan bagi profesi kesehatan untuk meningkatkan dirinya agar peran dan fungsi serta tanggung jawab yang lebih jelas terlebih dalam memberikan asuhan kebidanan pada individu dan masyarakat serta keluarga untuk dapat meningkatkan mutu asuhan kebidanan dalam rangkaian mencapai tujuan nasional.
           Pada kehamilan normal dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zigot. Segera setelah pembelahan ini terjadi maka pembelahan – pembelahan selanjutnya berjalan dengan lancar dan dalam 3 hari terbentuk suatu kelompok sel – sel yang sama besarnya. Hasil konsepsi dalam stadium morula. Dalam hal ini hasil konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars interstisialis tuba ( bagian tuba yang sempit ) dan terus dibawah kearah kavum uteri oleh arus serta getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba.
            Perjalanan hasil konsepsi kearah kavum uteri dapat terganggu sehingga tersangkut ke dalam lumen tuba. Tuba fallopi tidak mempunyai kemampuan untuk berkembang dan menampung pertumbuhan janin sehingga setiap saat kehamilan yang terjadi terancam pecah dan dapat menyebabkan kehamilan ektopik terganggu yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat.
            Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil adalah masalah besar di negara berkembang. Menurut WHO  kematian maternal seorang wanita hamil diperkirakan paling sedikit 600.000 jiwa yang terjadi pertahunnya. Di Indonesia masih terdapat 180.000 ibu yang meninggal setiap tahunnya akibat komplikasi kehamilan. (Wiknjosastro, 2005)
            Dari sekian banyak penyebab langsung kematian ibu seperti perdarahan, infeksi serta pre eklampsia. Kehamilan ektopik terganggu termasuk suatu masalah   besar di Indonesia  karena kehamilan ektopik yang terjadi pada tahun 2008 - 2010 berkisar 361 angka kejadian.  Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan diagnose dini dan persediaan darah yang cukup, terdapat 6 angka kematian dari 361 kasus tetapi bila pertolongan terlambat angka kematian dapat tinggi.
            Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medic Rumah Sakit Umum Pusat dr Hasan Sadikin Bandung yang merupakan rumah sakit pusat rujukan. Periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2009 terdapat jumlah ibu hamil normal sebanyak 1.998, sedangkan jumlah ibu hamil dengan kasus kehamilan ektopik terganggu sebanyak 122 (3,20 %),  pada periode 1 Januari sampai 31 Desember 2010 terdapat jumlah ibu hamil normal sebanyak 1.178, sedangkan jumlah ibu hamil dengan kehamilan ektopik terganggu sebanyak 64 kasus (9,50 %).
Download KTI lengkapnya disini

ASUHAN KEBIDANAN NY “A” GESTASI 34-36 MINGGU DENGAN PERSALINAN GAMELLI

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Proses persalinan mencakup transisi anatomik dan memudahkan kemampuan wanita untuk secara aktif dan aman melahirkan bayinya. Banyak adaptasi struktural dan kimiawi menyiapkan sistem maternal untuk proses kelahiran. Temuan riset terus meningkatkan pengetahuan kita tentang faktor biokimiawi maternal yang berkaitan dengan permulaan dan selama persalinan, tetapi faktor janin tetap kurang dipahami secara manusiawi. Persalinan dan kelahiran tidak terlepas dari permasalahan dengan adanya komplikasi obstetric serta kehamilan dan persalinan risiko tinggi, salah satunya adalah kehamilan kembar. (Walsh, 2008)
Gamelli atau kehamilan kembar merupakan kehamilan dua janin atau lebih pada intrauterin. Relatif jarang di Amerika serikat sekitar 1 per 94 kehamilan-kehamilan kembar menyebabkan kelainan hasil akhir kehamilan dengan proporsi yang cukup besar terutama akibat kalahiran preterm. Denikian juga diparkland hospital, bayi kembar terdapat hanya 1 dari 45 kelahiran, namun menyebabkan 1 dari 11 kematian perinatal. (Cuningham, 2005)
Morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh kelahiran preterm janin pada gestasi multipel rentan terhadap berbagai penyulit unik seperti malformasi struktural dan sindrom transfusi antar janin kembar sehingga angka lahir mati juga meningkat secara bermakna. (Cuningham, 2005)
Kematian ibu dan perinatal merupakan tolak ukur kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara. Negara ASEAN, indonesia, mempunyai angka kematian tertinggi 330/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian perinatal 42/1000 persalinan hidup. (Manuaba, 2007)
World Healt Organization (WHO) (2007) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 menyebutkan AKI di Indonesia mencapai 248 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB mencapai 35 per 1000 kalahiran hidup
Sedangakan Angka kematian ibu di Propinsi Jawa Barat sekitar 321.15 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi yaitu 60 per 1000 kelahiran hidup. (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, 2006)
Data Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2008 mencatat rata-rata nasional angka kematian ibu melahirkan adalah 228/100.000 kelahiran hidup. Sementara laporan bank pembangunan Asia tahun 2009 mencatat angka 405 atau rata-rata 2,3 perempuan meninggal setiap jam (bukan per hari) karena melahirkan. Departemen kesehatan sendiri menargetkan angka kematian ibu pada tahun 2011 sekitar 226 orang dan pada tahun 2015 menjadi 102 orang per tahun. Untuk mewujudkan hal ini, Depkes sedang menggalakkan program Making Pregnancy  Saver (MPS) dengan programantara lain program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K). (Departemen Kesehatan, 2010)
Dari data RSKIA Astana Anyar bandung menurut catatan dari medical record  pada periode tahun 2008 terdapat 10,2 % persalinan dengan gamelli, tahun 2009 terdapat 9,7 % kelahiran gamelli, tahun 2010 mengalami peningkatan sebanyak 19,2 % persalinan gamelli.
Setelah melihat data diatas yang menunjukkan masih banyaknya kejadian ibu hamil kembar, hal ini sangat memprihatinkan karena hamil kembar merupakan kehamilan resiko tinggi yang mempunyai dampak buruk baik pada ibu maupun pada janinnya oleh kerena itu penulis terdorong untuk melakukan Asuhan Kebidanan Ny. “A” dengan gamelli gestasi 34-36 minggu di RSKIA Astana Anyar Bandung tanggal 03 april 2011.
Download KTI lengkap disini

ASUHAN KEBIDANAN NY “ W ” GESTASI 32 – 34 MINGGU DENGAN ANEMIA SEDANG

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Masalah kesehatan yang dihadapi bangsa Indonesia sekarang ini adalah masih tingginya kematian  ibu dan bayi, penyakit infeksi, penyakit generatif, dan masalah gizi. Masalah gizi dan pangan merupakan masalah yang mendasar karena secara langsung menentukan kualitas sumber daya manusia serta dapat meningkatkan derajat kesehatan. Empat masalah gizi utama di Indonesia yang belum teratasi, salah satunya adalah Anemia. Anemia pada ibu hamil disamping disebabkan karena kemiskinan dimana asupan gizi sangat kurang, juga dapat disebabkan karena ketimpangan gender dan ketidaktahuan tentang pola makanan yang benar ibu hamil banyak memerlukan banyak zat gizi untuk memenuhi kebutuhan tubuh pada gizi dan untuk memenuhi kebutuhan tubuh pada diri dan janinnya. Kekurangan zat gizi mengakibatkan kekurangan hemoglobin (Hb), dimana zat besi sebagai salah satu unsur pembentukannya. Hemoglobin berfungsi sebagai pengikat oksigen yang sangat dibutuhkan untuk metabolisme sel. (Tarwoto,2007)
World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defesiensi besi sekitar 35-75%, serta semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan. 1,4 Anemia defesiensi lebih cenderung berlangsung di negara yang sedang berkembang daripada negara yang sudah maju. (Ridwanamiruddin,2007)
 Angka kematian Ibu di Indonesia masih cukup tinggi jauh diatas Filipina yang menduduki peringkat kedua ASEAN dengan 170 kematian atau Vietnam, dengan 95 kematian dan Malaysia yang hanya 30 kematian Ibu per 100.000 kelahiran hidup.
Rencana angka pembangunan nasional  (RJPN) 2004-2009  Pemerintah telah menetapkan sasaran pencapaian angka kematian Ibu sebesar 226 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2009. Di ASEAN jumlah penderita Anemia pada tahun 2008 sebanyak 400 Ibu hamil  (40% dari 1000 kehamilan). Penderita Anemia di Indonesia sebanyak 2.38.400 ibu hamil  (37,8% dari 6,3 juta kehamilan). Di Sulawesi Barat Ibu hamil yang menderita Anemia sekitar 520 (52% dari 1000 kehamilan). (Ermawati,2011)
 Data yang di dapatkan  di Rumah Sakit Umum Majene Tahun 2008 jumlah Ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya yang menderita Anemia sebanyak 66 ibu hamil, tahun 2009 yang menderita Anemia sebanyak 70 Ibu hamil, tahun 2010 yang menderita Anemia 88 Ibu hamil dan pada tahun 2011 yang menderita Anemia Sedang sebanyak 22 ibu hamil.
Download KTI lengkapnya disini

ASUHAN KEBIDANAN Nn “M” DENGAN MIOMA UTERI

BAB I
PENDALUHUAN

A.    Latar Belakang
Salah satu usaha mewujudkan derajat kesehatan optimal adalah dengan menurunkan angka kematian ibu (AKI). Mortalitas dan  morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah di negara berkembang. Kebutuhan reproduksi pria dan wanita sangat vital bagi perkembangan social dan pengembangan sumber daya manusia. Pelayanan kesehatan tersebut dinyatakan sebagai bagian integral dan pelayanan dasar yang akan terjangkau seluruh masyarakat.
Makin berhasil pembangunan nasional, makin tinggi usia harapan hidup yang  dapat di capai oleh masyarakat Indonesia. Dengan makin tingginya usia harapan hidup terhadap berbagai hal yang mungkin terjadi makin tingginya penyakit di generasi (kemunduran) proses penuaan dan penurunan system reproduksi yang memerlukan pengawasan dan pemeliharaan, makin tinggi kejadian penyakit ganas khususnya pada alat reproduksi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Schwartz di USA angka kejadian mioma uteri adalah 2-12,8 orang per 1000 wanita tiap tahunnya, dan dari 650.000 histerektomi yang dilakukan pertahun, sebanyak 27% (175.000) disebabkan oleh mioma uterus. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Ran et Al di pusat Saint Benedict Hospital Korea menemukan 17 kasus mioma dari 8784 kasus bedah ginekologi yang diteliti pada tahun 2007. Di Indonesia sendiri di temukan  2,39-11,70% dari semua penderita ginekologi yang dirawat. Mioma paling sering dijumpai di perkiraan 1 dibanding 4 dan 5 wanita yang berumur lebih  dari 35 tahun. Frekuensi mioma ± 10% dari jumlah seluruh penyakit pada alat genital. Sedangkan laporan dari Departemen Kesehatan Republik Indondesia    10-12% dari seluruh kasus mioma uteri.  Angka penderita belum diketahui secara akurat karena banyak tidak merasakan keluhan sehingga tidak memeriksakan ke dokter. (Indra, M.2009).
Penyakit system reproduksi wanita jenis tumor yang paling sering ditemukan adalah mioma uteri. Mioma uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot, uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaannya di kenal dengan istilah fibroid, fibronoman, dan leiomioma.
Dengan pertumbuhan mioma mencapai berat lebih dari 5 kg, jarang sekali mioma di temukan pada wanita berumur 35-45 tahun (± 25%), pertumbuhan mioma diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar memcapai ukuran sebesar tinju akan tetapi beberapa kasus ternyata tumbuh cepat, mioma uteri ini lebih sering di dapati pada wanita nulipara.
Adapun hasil catatan dari rekam medic RSUD Majene Kab. Majene menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit tumor jinak/mioma uteri selama periode 01 januari s/d 31 desember 2010 sebanyak 8 orang dan Selama periode 01 januari s/d 2 mei 2011 sebanyak 5 orang menderita penyakit tersebut.
Download KTI lengkapnya disini

ASUHAN KEBIDANAN By “A” BERAT LAHIR RENDAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak, karna merupakan cerminan dari status kesehatan anak saat ini  secara statistik  angka kesakitan dan kematian pada neonatus di Negara bergembang adalah tinggi, dimana penyebab utama adalah berkaitan dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) .Dalam laporan dikemukakan bahwa di Asia tenggara, 20- 35 % bayi yang di lahirkan terdiri dari BBLR dan 70-80% dari kematian neonatus terjadi pada bayi kurang bulan dan BBLR angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain antara 9-30% hasil studi 7 daerah multi center diperoleh angka BBLR dengan rentang 2,1 % - 17,2 % . secara nasional berdasarkan analisa lanjut survey dinas kesehatan Indonesia (SDKI) ,angka BBLR sekitar 7,5% Angka ini lebih besar dari target BBLR yang di tetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7% (SDKI, 2008)
BBLR masi menjadi masalah di Indonesia , karna merupakan penyebab utama kematian pada masa neonatal .BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram tampa memandang masa gestasi (Wong, 2008). Salah satu penyebab BBLR adalah persalinan kurang bulan atau bayi lahir kecil untuk masa kehamilanya karna ada hambatan pertumbuhan saat dalam kandungan (Farrer, 2001). Masalah yang sering di jumpai pada bayi BBLR antara lain : RDS (Respiratory Disstress Syndrome), perdarahan intra cranial, enterokolitis nekrolitis, gangguan metabolisme seperti hipoglikemia, hiperbilirubinemia dan hipotermi akibat gangguan pengaturan suhu (Asirining, dkk, 2003).
BBLR adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2400 gram) yang dapat terjadi apabila akibat dari prematuritas (persalinan kurang bulan atau prematur) atau persalina bayi kecil masa kehamilan (KMK) . pre eklamsia merupakan salah satu factor resiko terjadinya pertumbuhan janinyang lambat , BBLR dismaturitas dan prematuritas janin dan bahkan terjadi intra uterine Fetal Death (IUFD) .ibu yang menderita pre eklamsia akan mengalami disfungsi vaskuler plasenta , yang dapat menyebabkan aliran darah ke plasenta terganggu , sehingga kebutuhan janin akan nutrisi dan oksigen tidak terpenuhi secara optimal  keadaan tersebut mengakibatkan pertumbuhan janin terlambat dan kelahiran bayi dengan BBLR (Winkjosasatro, 2005).
BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tampa memandang masa gestasi . berat lahir adalah berat bayi yang di timbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. Prevalensi BBLR diperkiraka 15 % dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di Negara-negra bergembang atau sosial-ekonomi rendah. Secra statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di Negara bergembang dan anga kematianya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir rendah lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak seerta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya di masa depan. Secara umum Indonesia belum mempunyai angka untuk bayi berat lahir rendah (BBLR) yang diperoleh berdasarkan survai nasional. Proporsi BBLR di tentukan berdasarkan etimasi yang sifatnya sangat kasar , yaitu berkisar antara 7 -14%  selama priode 1999-2000. Jika proporsi ibu hamil adalah 2,5% dari total penduduk maka setiap tahun di perkirakan 355.000 – 710.000 dari 5 juta bayi lahir dengan kondisi BBLR  (Depkes RI, 2001).
Factor-faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian bayi lahir berat badan rendah meliputi umur, paritas,jarak kelahiran ,umur kehamilan status gizi,status ekonomi social ,dan pelyanan perwatan kehamilan (Haksari,2009). Adanya keterkaitan antara pendidikan ibu bersalin dengan berat bayi lahir ini juga di dukung oleh pendapat syaifudin (2000) bahawatingkat pendidikan mempunyai hubungan yang eksponensial dengan tingkat kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara mandiri, keratif dan berkesinambungan. Pendidikan dapat meningkat-kan kematangan intelektual seseorang kematangan itelektual ini berpengaruh pada wawasan, cara berfikir, baik dalam cara pengambilan keputusan maupun dalam pembuatan kebijakan. Semakin tinggi pendidikan formal atau semakin baik pengetahuan tentang kesehatan, yang dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari, termasuk pengaturan pola makan ibu hamil sehingga mempengaruhi peningkatan status gizi ibu yang pada akhirnya berhubungan dengan berat bayi yang dilahirkannya.
Download KTI lengkap disini

ASUHAN KEBIDANAN By “J” DENGAN PREMATUR

        BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bayi lahir dengan berat lahir rendah (BBLR) merupakan masalah kesehatan yang sering dialami pada sebahagian masyarakat yang ditandai dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Kejadian bayi berat lahir rendah pada dasarnya berhubungan dengan kurangnya pemenuhan nutrisi pada masa kehamilan ibu dan hal ini berhubungan dengan banyak faktor dan lebih utama pada masalah perekonomian keluarga sehingga pemenuhan kebutuhan konsumsi makanan pun kurang. Namun kejadian bayi berat lahir rendah juga dapat terjadi tidak hanya karena aspek perekonomian, dimana kejadian bayi berat lahir rendah dapat saja tejadi pada mereka dengan status perekonomian yang cukup. Hal ini dapat berkaitan dengan paritas, jarak kelahiran, kadar hemoglobin dan pemanfaatan pelayanan antenatal. Bayi berat lahir rendah termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan diabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya di masa depan. Bidan dan perawat adalah bagian dari pemberi pelayanan yang ikut berperan penting dalam memberikan perawatan pada bayi berat lahir rendah. Perkembangan bayi berat lahir rendah yang dirawat di Rumah Sakit ini sangat tergantung pada ketepatan tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. (Depkes RI, 2006).
Hingga saat ini bayi berat lahir rendah masih merupakan masalah di seluruh dunia karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa bayi baru lahir. Secara global Setiap tahun diperkirakan lahir sekitar 20 juta Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Menurut perkiraan World Healt Organizasion (WHO), terdapat 5 juta kematian neonatus setiap tahun dengan angka mortalitas neonatus (kematian dalam 28 hari pertama kehidupan) adalah 34 per 1000 kelahiran hidup, dan 98 %  kematian tersebut berasal dari negara berkembang secara khusus angka kematian neonatus di Asia Tenggara adalah 39 per 1000 kelahiran hidup. Dalam laporan WHO yang dikutip dari State Of The Worlds Mother 2009 di kemukakan bahwa 27 % kematian neonatus disebabkan oleh Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). (Proposal Bayi Berat Lahir Rendah. estyrock. 2010. akses: jam 20.00 wita, tanggal 20 juli 2011)
Sebagian besar angka kematian neonatus terjadi pada minggu pertama kehidupan dengan penyebab terbesar di Indonesia adalah berat badan lahir rendah/premature (29%), aspiksia (27%), tetanus neonatorum (10%), masalah gangguan pemberian asi (9.5%), masalah hematologi (5.6%) dan infeksi (5.4%). Kasus bayi berat lahir rendah tertinggi terjadi di Kota Makassar yaitu 355 kasus (2,63%) dari 13.486 bayi lahir hidup dan yang terendah di Kabupaten Pangkep hanya 3 kasus. (Angka kejadian bayi berat lahir rendah. Nurhadi.2009. akses : jam 20.30 wita, tanggal 04 Maret 2011)
Upaya pemerintah dalam menurunkan angka kejadian dan angka kematian bayi berat lahir rendah akibat komplikasi seperti Asfiksia, Infeksi, Hipotermia, Hiperbilirubinemia yang masih tinggi terus dilangsungkan melalui berbagai kegiatan termasuk pelatihan tenaga-tenaga profesional kesehatan yang berkaitan. Dalam hal ini Departemen Kesehatan Repoblik Inddonesia dan Unit Kerja Kelompok Perinatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (UKK Perinatologi IDAI) bekerjasama dengan beberapa Dinas Kesehatan Propinsi telah menyelenggarakan pelatihan manajemen bayi berat lahir rendah bagi bidan, dokter serta dokter spesialis anak menurut tahapannya. Di Jawa Timur sendiri telah secara intensif melakukan kegiatan pelatihan terhadap para profesional kesehatan.(Departemen Kesehatan menurunkan kejadian BBLR. Garuda. 2009. akses: jam 20.00: tanggal 20 Juli 2011)
Kira-kira 75% kematian neonatus berasal dari bayi yang lahir preterm atau prematur. Menurut data dunia, kelahiran premature mencapai 75-80 % dari seluruh bayi yang meninggal pada usia kurang dari 28 hari. (angka kejadian prematur di dunia. Ibuprita. 2010. akses :jam 20.30 wita, tanggal 04 Maret 2011)
 Angka kejadian bayi premature di Indonesia masih berada di atas rata-rata dari negara lain yaitu mencapai 30%-40% padahal di negara maju hanya sebesar 10-15%. Angka kematian bayi premature di Indonesia juga masih cukup tinggi yaitu mencapai 30%-40%.
Download KTI lengkap disini

ASUHAN KEBIDANAN INTRANATAL PADA Ny “S” DENGAN GRAVID 42 – 44 SEROTINUS

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kehamilan umumnya, berlangsung 40 minggu atau 280 hari, dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan aterm adalah usia kehamilan antara 38-42 minggu dan ini merupakan periode dimana terjadi persalinan normal. Kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu lengkap disebut sebagai post term atau kehamilan lewat waktu. Angka kehamilan lewat waktu kira-kira 10% bervariasi antara 3,5-14%. Kekhawatiran dalam melewati kehamilan lewat waktu ialah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal. Resiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu dapat terjadi tiga kali dibandingkan kehamilan aterm (Wiknjosastro H. 2007).
Kehamilan berlangsung lebih dari 42 minggu. Pada beberapa kasus, mungkin ada faktor genetic, tetapi kebanyakan etiologinya tidak diketahui. Diagnosis ditegakkan dengan memeriksa rekam atenal secara cermat dan kinfirmasi, jika perlu dengan pemeriksaan ultrasonografi. Resiko kehamilan post term meningkatnya angka mortalitas perinatal, terutama jika lamanya waktu kehamilan melewati 43 minggu, sekurang-kurangnya sepertiga dari tambahan mortalitas disebabkan oleh kematian janin yang mengalami malformasi (Liewellyn, dkk).
Menurut data WHO (World Health Organisation), sebanyak 99% kematian Ibu akibat maslaah-masalah persalinan atau kelahiran terjadi di Negara-negara berkembang. Resiko kematian di Negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 1000 kelahiran bayi hidup. Jika dibandingkan resiko kematian ibu di 9 Negara maju dan si Negara persemakmuran (antara News, 2007).
Angka kematian Ibu dan angka kematian bayi di Indonesia masing tertinggi di Asia Tenggara. Hal ini menjadi kegiatan prioritas Departement Kesehatan pada periode 2002-2010. Menurut Survey Demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, Angka Kematian Ibu (AKI) mencapai 248 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKI) menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup. (Badan Pusat Statistik, 2007).
Disebutkan bahwa Standar Nasional angka kematian Ibu ditahun 2010 adalah 225 per 100.000 kelahiran dan ini juga menjadi target di Sulbar tahun 2007 sebesar 32,97 per 100.000 kelahiran hidup. Kematian bayi di tahun 2007 sebesar 64 orang. Data pada tahun 2008 jumlah kematian Ibu maternal dalam 1 tahun terakhir terdapat 184 orang yang meninggal diantaranya Ibu hamil 53 orang (28,8%) yang disebabkan oleh infeksi (40,8%) yang disebabkan oleh preklamsi. Kelahiran bayi 25.706 jiwa, kematian bayi 215 jiwa, sedangkan persalinan 26.850 jiwa.
Download KTI lengkap disini

ASUHAN KEBIDANAN BAYI NY “H” DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH ( BCB KMK )

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam sistem kesehatan nasional dinyatakan  bahwa tentang Pembangunan Kesehatan Nasional adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi semua penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dan tujuan nasional.
Bayi dengan berat lahir rendah merupakan distrbusi yang utama pada kematian perinatal dan neonatal, dalam beberapa dasawarsa perhatian terhadap janin yang mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan sangat meningkat. Hal ini disebabkan masih banyak bayi yang dilahirkan dengan berat lahir rendah sehingga mengakibatkan masih tingginya angka kematian perinatal dan neonatal.
Setiap tahun di dunia diperkirakan lahir sekitar 20 juta bayi berat lahir rendah (BBLR). Kelahiran BBLR sebagian disebabkan oleh lahir sebelum waktunya (prematur) dan sebagian oleh karena mengalami gangguan pertumbuhan selama masih dalam kandungan. Di Negara berkembang, BBLR banyak dikaitkan dengan tingkat kemiskinan. BBLR merupakan penyumbang pertama angka kematian pada neonatus. Menurut perkiraan WHO terdapat 5 juta kematian neonatus setiap tahun dengan angka mortalitas neonatus adalah 34 per 1000 kelahiran hidup dan 98% kematian tersebut berasal dari Negara berkembang.
Angka kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) di Indonesia berkisar 9 – 30%, bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya. Hingga saat ini bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan masalah di seluruh dunia karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa bayi baru lahir.
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosial ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematian 35 kali lebih tinggi di banding pada bayi dengan berat lahir rendah lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas, dan diisabilitas, neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupan dimasa depan.
BBLR yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan timbulnya masalah pada semua sistem organ tubuh meliputi gangguan pada pernapasan (aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum), gangguan pada sistem pencernaan (lambung kecil), gangguan pada sistem perkemihan (ginjal belum sempurna), gangguan sistem persarafan (respon rangsangan lambat). Selain itu BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik serta lambung kembung. Berat bayi lahir rendah berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi dan balita, juga dapat berdampak serius pada kualitas generasi mendatang yaitu akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan. Oleh karena itu berat lahir rendah memerlukan perawatan yang tepat agar tidak terjadi hal-hal yang membahayakan bayi seperti yang telah disebutkan di atas. Bidan dan perawat adalah bagian dari pemberi pelayanan yang ikut berperan penting dalam memberikan perawatan pada bayi dengan berat bayi lahir rendah. Perkembangan bayi dengan bayi dengan berat bayi lahir rendah yang dirawat di Rumah Sakit ini sangat tergantung pada ketepatan tindakan yang dilakukan oleh tenaga Kesehatan (Depertemen kesehatan RIpublik indonesia, 2005).
Download KTI lengkap disini

ASUHAN KEBIDANAN ANTENATAL NY”A” DENGAN ABORTUS INKOMPLIT

BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
    Perdarahan pada kehamilan harus selalu di anggap sebagai kelainan yang berbahaya perdarahan pada kehamilan muda di sebut abortus atau keguguran.kehamilan terjadi jika ada pertemuan dan persenyawaan antara sel telur (ovum) dan sel mani (spermatozoa) perubahan pada wanita hamil meliputi fisiologis dan psikologis (saminem, 2009)
    Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan ialah terjadinya perdarahan. Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan, pada kehamilan muda sering dikaitkan dengan kejadian abortus (Missacariage, Early Pregnancy Less). Perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua setelah melewati trimester ke-III disebut perdarahan antepartum. Dikenal beberapa batasan tentang peristiwa yang ditandai dengan perdarahan pada kehamilan muda.(Prawirohardjo, 2008)
    Menurut World Health Organization (WHO) 2006 di perkirakan sebanyak 536.000 perempuan meninggal dunia akibat komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan persalinan dan nifas.Tragisnya 99% kematian itu terjadi di Negara – Negara termasuk Indonesia,yang sesungguhnya lebih dari 80% dapat di cegah melalui kegiatan efektif,misalnya pemeriksaan kehamilan yang teratur dan pemberian gizi yang memadai.()
    Menurut Budi (2009) dari presentase 11 -13% angka kematian ibu (AKI) di akibatkan adanya aborsi yang tidak aman  (unsafe abortion) pada tahun 2009 indonesia masih menjadi Negara tertinggi angka kematian ibu hamil se – ASIA akibat aborsi yang tidak aman 50% dari 100.000 angka kelahiran,307 orang ibu hamil meninggal karena kasus abortion yang tidak aman.
     Data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kab. Mejene pada tahun 2009 dari bulan Januari-Desember sekitar 9,62 % ibu hamil meninggal akibat aborsi yang tidak aman. Dan pada tahun 2010 dari bulan Januari-Agustus 5,25 % ibu hamil meninggal akibat aborsi yang  tidak aman.
    Menurut catatan medical record RSU Majene menunjukkan jumlah kasus abortus mulai dari bulan januari –Desember 2008 tercatat kasus abortus 38 kasus,abortus spontan sebanyak 21 kasus,abortus imminens 12 kasus,dan kasus abortus inkomplit sebanyak 5 kasus.pada tahun 2009 mulai bulan Januari  - Desember jumlah kasus abortus tercatat 49 kasus.jumlah kasus abortus spontan 23 kasus,abortus medic 2 kasus,dan abortus imminens 6 kasus inkomplit sebanyak 18 kasus,pada tahun 2010 mulai Januari – Mei 2011 tercatat 111 kasus abortus,abortus imminens 15 kasus sedangkan abortus  inkomplit terdapat 96 kasus.
Download KTI lengkapnya disini

ASUHAN KEBIDANAN ANTENATAL NY “R” DENGAN PRE-EKLAMPSI BERAT

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
          Pre eklamsia sebagai salah satu penyebab kematian bu adalah suatu peny
akit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, protein urine dan odema yang timbul selama kehamilan 24 jam post partum. Pre eklamsia dapat menjadi berat dan berkembang menjadi eklampsia yaitu klien mengalami kejang dan koma. Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab preeklamsia tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi yaitu paritas, genetik, kehamilan ganda, obesitas dan kehamilan 18 tahun dan lebih dari 35 tahun (Prawiroharjdo, 2008).
        Penyebab utuma kematian pada pre eklamsia adalah penimbunan cairan di paru-paru akibat kegagalan jantung kiri. Sebab lainnya adalah perdarahan otak, terganggunya fungus ginjal, dan masuknya isi lambung kedalam saluran pernafasan. Pada pre eklamsia berat biasanya dipikirkan untuk mengakhiri kehamilan karena harapan hidup janin besar dan gejala hilang segera setelah janin diangkat. Komplikasi pada janin berhubungan dengan retardasi pertumbuhan, kematian janin intra uterine yang disebabkan hipoksia dan prematuritas. Komplikasi khusus antara lain sindrom HELLP (hemolysis, elevated live enzymes, low platelet count) sirosis  (kerusakan hati dan penurunan enzim hati), gagal jantung, gagal ginjal, (gangguan nefrotik). Sedangkan yang termasuk kompliksai umum adalah eklamsia dan gagal jantung (Prawiroharjdo, 2008).
       Gangguan pre eklamsia yang menjadi penyulit kematian sering di jumpai dan termasuk salah satu diantara 3 trias mematikan, bersama dengan perdarahan dan infeksi, yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas ibu karena kehamilan. Pre eklamsia merupakan penyebab nomor 2 kematian ibu yaitu sebanyak 13 % (Prawiroharjdo, 2008).
  Pre eklamsia secara global terjadi 5% pada kehamilan hidup, 15% dari seluruh kehamilan di seluruh dunia, menurut The National center of healt statistics, pre eklamsia dalam kehamilan merupakan factor resiko medis yang paling sering dijumpai. Penyakit ini di temukan pada 146.320 wanita atau 3,7 % di antara semua kehamilan yang berakhir dengan kelahiran hidup (Cuningham, dkk, 2005). Di Negara sedang berkembang, frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3-0,7 % ( Maryunani, 2009). Breg dkk.(1996) melaporkan bahwa hampir 18% diantara 1450 kematian ibu di Amerika serikat dari tahun 1987 -  1990 terjadi akibat pre eklamsia dalam kehamilan dan kejadian pre eklamsia di Singapura yaitu berkisar 0,13-,6 % (Cuningham, dkk, 2005).
   Kejadian di Indonesia yaitu 310% (Triatmojo, 2003) pada tahun 2007 kejadian Pre eklampsia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta sebanyak 296,12 Rumah Sakit pendidikan di Indonesia kejadian  pre eklampsia 3,4-8,5%. Di Rumah Sakit Cipto mangunkusumo ditemukan 400-500 kasus/4000-5000 persalinan pertahun, di Rumah sakit RSU Tarakan (Kaltim) kejadian pre eklampsia 5,30% dengan kematian perinatal 10,83 perseribu (4,9 kali lebih besar dibanding kehamilan normal) (Haryono, 2006).
  Data pre eklampsia di Indonesia belum terekam baik dan laporan berbagai senter masih bervariasi. Tingginya angka kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya pengawasan antenatal, keterlambatan datang ke tempat rujukan, serta terbatasnya fasilitas serta kemampuan perawatan intensif.
Download KTI lengkap disini

ASUHAN KEBIDANAN NY “ R ” DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM TINGKAT II

BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya masyarakat, Bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang optimal diseluruh Wilayah RI. (Departemen Kesehatan, 2008)
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berat pada ibu hamil yang dapat berlangsung sampai umur kehamilan 20 minggu dan penyebabnya secara pasti belum diketahui tetapi umumnya gejala ini timbul akibat peninggian kadar hormone estrogen atau kadar hormone chorionik gonadotropin juga kemungkinan akibat dari faktor psikologik misalnya kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis. Mual dan muntah yang berlebihan pada ibu hamil dapat mengakibatkan terjadinya dehidrasi sehingga darah ke jaringan berkurang yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas terhadap ibu dan janin. (Saifuddin, 2008)
Menurut World Health Organizatian (WHO) Angka Kematian Maternal (Maternal mortality) ialah jumblah kematian maternal yng diperhitungkan terhadap 1.000 atau 10.000 kelahiran hidup. Kini dibeberapa Negara malahan terhadap 100.000 kelahiran hidup.
(Saifuddin, 2008)
World Health Organization (WHO) tahun 2009 memperkirakan di Dunia setiap menit perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan, dengan kata lain 1.500 perempuan meninggal setiap harinya atau lebih kurang 500.000 perempuan meninggal setiap tahunnya karena kehamilan dan persalinan.
Angka kematian ibu di Indonesia masih menduduki peringkat tertinggi di Asociation South Earth Asia Nation (ASEAN) sampai tahun 2007 berdasarkan perhitungan oleh badan pusat statistic angka kematian ibu sebesar 248 / 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan pada tahun 2008 dari data SDKI tercatat rata-rata angka kematian ibu AKI adalah 228 / 100.000 kelahiran hidup. Departemen kesehatan menargetkan pada tahun 2010 angka kematian ibu turun menjadi 125 / 10.000 kelahiran hidup. Kematian ini disebabkan oleh komplikasi obstetric dimana banyaknya komplikasi-komplikasi yang terjadi pada saat kehamilan, persalinan dan nifas. Komplikasi-komplikasi sebagai akibat langsung dari kehamilan , yaitu hiperemesis gravidarum, preeklamsia, eklamsia, kelainan dalam lamanya kehamilan, kehamilan ektopik, penyakit serta kelainan plasenta dan selaput janin..
Angka kematian ibu di provinsi jawa barat masih cukup tinggi. Tahun 2008 angka kematian ibu khususnya di kabupaten bandung mencapai 583 kasus per 100.000 kelahiran hidup (Alhamsyah, 2011)
Rumah sakit khusus ibu dan anak di astana anyer kota bandung merupakan rumah sakit tipe C yang juga merupakan rumah sakit pusat rujukan dan pendidikan serta pusat pelatihan asuhan persalinan normal (APN). Tahun 2008 mendapat juara II tingkat nasional sebagai rumah sakit sayang ibu.
Berdasarkan data yang kami peroleh dari medical record rumah sakit khusus ibu dan anak kota bandung, bahwa jumblah ibu hamil yang mengalami Hiperemesis Gravidarum tahun 2008 sebanyak 0,35%, tahun 2009 sebanyak 0,28% dan tahun 2010 sebanyak 0,21%
Download KTI lengkapnya disini

ASKEB Ny ”M” DENGAN POST OP KISTEREKTOMI

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kista merupakan kantung yang berisi cairan dan dapat berlokasi di bagian mana saja dari tubuh. Pada ovarium tipe kista yang berbeda dapat terbentuk. Tipe kista ovarium yang paling umum dinamakan kista fungsional, yang biasanya terbentuk selama siklus menstruasi normal. Setiap bulan, ovarium seorang wanita tumbuh kista kecil yang menahan sel telur. Ketika sebuah sel telur matur, kantung membuka untuk mengeluarkan sel telur, sehingga dapat berjalan melewati tuba falopii untuk melakukan fertilisasi. Kemudian kantung pecah. Salah satu tipe dari kista fungsional, ada yang dinamakan kista folikular, kantung ini tidak terbuka untuk mengeluarkan sel telur tapi terus tumbuh. Kista tipe ini biasanya akan menghilang setelah satu sampai tiga bulan. Kista korpus luteum, bentuk lain dari kista fungsional, terbentuk apabila kantung kista ini tidak menghilang. Malahan kantung kista menutup lagi setelah sel telur dikeluarkan.
Kista ovarium yang bersifat ganas disebut juga kanker ovarium. Kanker ovarium merupakan pembunuh yang diam-diam (silent killer). Karena, memang seringkali penderita tidak ada perasaan apa-apa. Kalaupun terjadi keluhan biasanya sudah lanjut misalnya: sering kembung, teraba massa atau ada benjolan di perut bagian bawah, gangguan pencernaan, dan lain-lain.
Penyebab kematian terbesar diseluruh kanker ginekologi adalah kista ovarium, mewakili seperempat dari semua keganasan ginekologi. Oleh karena itu, untuk meminimalisir angka morbiditas dan mortalitas dilakukan upaya preventif  untuk menekan seminim mungkin kista ovarium yang dapat berlanjut pada kanker ovarium.   (Hacker dan Moore, 2001).
Kanker telah menjadi penyebab kematian utama di seluruh dunia. Tingkat kejadian dan beban kanker semakin besar. Secara global, kematian akibat kanker melebihi jumlah penderita AIDS, malaria, dan tuberkulosis. Namun, tanpa adanya tindakan yang berarti untuk mencegah kematian dini dari kanker, penyakit tersebut akan terus membunuh berjuta-juta manusia di seluruh muka bumi.
     (http://koranbaru.com.diakses tgl 25 juni 2011.,Lo).
Tingginya angka kematian di Amerika Serikat pada tahun 2001 sebanyak 13.900 orang dan angka kejadian diperkirakan sebanyak 23.400 orang. Di Indonesia Hariadi (1970) menemukan Frekuensi sebesar 27%; sedangkan Gunawan (1977) menemukan angka 29,9%; Sapardan (1970) 37,2%; dan Djawardi 15,1%. (www.scribd.com.diakses tanggal 25 Juni 2011., Lo).
Dari tingginya Angka Kematian Ibu yang menjadi salah satu indikator penyebabnya adalah kesehatan reproduksi yang menyerang wanita seperti : Myoma, kista, indung telur, kanker rahim /leher rahim serta gangguan lainnya (Faisal, 2005).  
Dalam hal ini rumah sakit yang ada di Sul–Sel dan Sul–Bar khususnya di Rumah Sakit Umum Labuang Baji Makassar, berdasarkan catatan registrasi menunjukkan bahwa pada tahun 2009 tercatat pasien dalam ruang nifas (Baji Gau II) sebanyak 321 orang dan diantaranya sebanyak 88 orang menderita kista ovarium, sedangkan pada tahun 2010 tercatat pasien dalam ruang nifas (Baji Gau II) sebanyak 467 orang dan diantaranya sebanyak 31 orang menderita kista ovarium. Jadi jumlah angka kejadian kista ovarium dalam dua tahun terakhir ini sekitar 119 orang.
Berdasarkan masalah–masalah tersebut maka penulis tertarik untuk membahas kasus tersebut yang tertuang dalam kasus yang berjudul “Asuhan Kebidanan  Ny “ M “ Dengan post op kisterektomi Di Rumah Sakit Umum Labuang Baji Makassar tanggal 21 s.d 23 Desember 2010 “.
Download KTI lebgkapnya disini

A S U H A N K E B I D A N A N NY “K” D E N G A N KJDR

BAB I
PENDAAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indikator di suatu negara. Angka kematian maternal dan neonatal masih tinggi. Salah satu faktor penting dalam upaya menurunkan angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal  yang berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana (prawirohardjo, 2005).
Penyebab kematian perinatal yang sering terjadi yaitu karena asfiksia, trauma kelahiran, infeksi, prematuritas , kelainan  bawaan, dan sebab-sebab lain. Jika tidak meninggal, keadaan ini akan meningglkan masalahbayi dengan cacat.(saifuddin, 2008)
Menurut kematian WHO angka kematian ibu sebesar 500.000 jiwa akibat melahirkan dan hamil. Kematian ibu disebabkan adanya komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan. Kejadian tersebut sebagian besar terjadidi  Negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Di Indonesia setaip tahun 18.000 ibu meninggal karena kehamilan dan persalinan. Hal ini berarti setengah jam seorang perempuan meninggal karena kkehamilan dan persalina. (Manuaba, 2006)
Angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Indonesia masih tertinggi di Asia Tenggara. Angka kematian pada tahun 2008 tercatat 31,04/1000 kelahiran hidup sedangkan pada tahun 2009 tercatat 26/1000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih lebih tinggi disbanding Malaysia dan Singapura yang masing-masing sebesar 16,39/1000 kelahiran hidup. (carnelius, 2009)
Negara-negara Barat telah berhasil menurunkan angka kematian maternal dan kini angka kematian perinatal digunakan sebagai ukuran untuk menilai kualitas penggawasan antenatal. Upaya untuk meningkatkan  kualitas manusia seyogyanya harus sedini mungkin sejak janin dalam kandungan dan sangat tergantung kepada kesejahteraanibu termasuk kesehatan dan keselamatan reproduksinya. Oleh karena itu upaya meningkatkan status kesehatan ibu dan anak di Indonesia merupakan salah satu proritas. (Prawirohardjo, 2007)
Penurunan angka kematian perinatal yang lambat disebabkan pula oleh kemiskinan, status pere  puan yang rendah, gizi buruk, deteksi dan pengobatan yang  kurang cukup, kehmilan dini, akses dan kualitas asuhan antenatal, persalinan dan nipas yang buruk. (Saifuddin, 2008)
Selaras dengan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Depkes telah mematok target penurunan AKB di Indonesia dan rata-rata 36 meninggal/1000 kelahiran hidup pada tahun 2015. (Cornelius, 2009).

Download KTI lengkap disini

A S U H A N K E B I D A N A N NY “ I ” D E N G A N PLASENTA PREVIA TOTALIS GESTASI

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perdarahan obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi setelah anak atau plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapat penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok yang fatal. Salah satu penyebabnya adalah plasenta previa. Oleh sebab itu, perlulah keadaan ini diantisipasi seawal – awalnya selagi perdarahan belum sampai ketahap yang membahayakan ibu dan janinnya. (Sarwono,edisi 04.2008)
Mortalitas dan morbilitas pada wanita wamil dan bersalin adalah masalah besar dinegara berkembang sekitar 25-50% kematian dengan kehamilan : WHO (world health organization) memperhatikan sekitar 650.000 ibu meninggal pertahunnya dimana 15% dari wanita hamil akan berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya serta dapat mengancam jiwa dan janin yang dilahirkan (Wekipedia 2011)
Angka kematian ibu diindonesia masih tergolong tinggi yaitu 224/100.000 persalinan hidup. Jika perkiraan persalinan diindonesia sebesar 500.000 orang, maka akan terdapat sekitar 19.500- 20.000 kematian ibu setiap tahunnya yang terjadi setiap 26-27 menit sekali. Dimana sekitar 3 -10 % disebabkan oleh kasus komplikasi obstetri seperti kasus berat perdarahan antepartum karena placenta previa atau karena solusio placenta, kepala janin dan ruang panggul yang tak seimbang, ruptur uteri serta malpresentase letak janin. (Akunidonesia 2011)
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plecenta dan tidak terlampaui sulit untuk menentukannya adalah plecenta previa ditemukan kira – kira dengan frekwensi 0,4 - 0,6 % dari seluruh pasien.
Placenta previa didepenisikan sebagai suatu keadaan seluruh atau sebagian placenta berincersi diostrium uteri internum sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari jalan lahir. Di amerika serikat plecenta previa terjadi sekitar 0,3% prevalensi plesenta previa dinegara indonesia dilaporkan oleh beberapa peneliti berkisar antara 2,4 – 3,56 % dari seluruh kehamilan. (Akunindonesia 2011)

Download KTI lengkap disini

A S U H A N K E B I D A N A N B A Y I NY. ”M” DENGAN HIPERBILIRUBIN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ikterus merupakan masalah yang sering muncul pada masa neonatus,terjadi akibat akumulasi bilirubin yang berlebihan dalam darah dan jaringan (Schartz William, 2004). Bilirubin itu sendiri merupakan hasil pemecahan sel darah merah (hemoglobin). Dalam kadar tinggi bilirubin bebas ini bersifat racun, sulit larut dalam air dan sulit dibuang. Untuk menetralisirnya, organ hati akan mengubah bilirubin indirect (bebas) menjadi direct yang larut dalam air. Masalahnya, organ hati sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi optimal dalam mengeluarkan bilirubin bebas tersebut.Kadar bilirubin akan kembali normal dalam beberapa hari yaitu ketika organ hati sudah matang atau jika gangguan fungsi hati telah dihilangkan. (Dhafinshisyah, 2008)
Hiperbilirubin merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern ikterus yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak, jika tidak ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 2007). Dampak  yang  terjadi  dalam  jangka  pendek  bayi  akan  mengalami kejang-kejang, sementara dalam jangka panjang bayi bisa mengalami cacat neurologis contohnya ketulian, gangguan bicara dan retardasi mental. Jadi, penting sekali mewaspadai keadaan umum si bayi dan harus terus dimonitor secara ketat (Tarigan, 2008). Ada beberapa karakteristik bayi yang terkena hiperbilirubin yaitu dilihat dari usia kehamilan,berat badan bayi,jenis persalinan,dan jenis kelamin (Prawirohardjo, 2005)
Sampai saat ini ikterus masih merupakan masalah bayi baru lahir yang sering dihadapi tenaga kesehatan,terjadi pada sekitar 25-50% bayi cukup bulan dan 80% pada neonatus kurang bulan. Oleh sebab itu memeriksa ikterus pada bayi harus dilakukan pada waktu melakukan kunjungan neonatal atau pada saat memeriksa di klinik.
 (Departemen Kesehatan, 2006)
Proyeksi pada tahun 2025 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup.(Linda, 2010)
Penelitian di dunia kedokteran menyebutkan bahwa 70% bayi mengalami kuning/ikterus.Di Amerika Serikat,dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya,sekitar 65% mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998 menemukan sekkitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.
 (Sastroasmoro, 2004)
Angka kematian bayi di Negara-negara ASEAN seperti Singapura 3 per 1000 kelahiran hidup,Vietnam 18 per 1000 kelahiran hidup dan Philipina 26 per 1000 kelahiran hidup,sedangkan angka kematian bayi di Indonesia mempunyai angka kematian tertinggi 330 per 100.000 dan angka kematian perinatal 420 per 100.000 persalinan hidup dengan perkiraan persalinan di Indonesia setiap tahunnya sekitar 5.000.000 jiwa. (Manuaba, 2008)
Angka kejadian ikterus bayi di Indonesia sekitar 50% bayi cukup bulan yang mengalami perubahan warna kulit,mukosa dan wajah mengalami kekuningan (ikterus),dan pada bayi kurang bulan (premature) kejadiannya lebih sering yaitu 75%.
Di Indonesia didapatkan data dari beberapa rumah sakit pendidikan. Insidens RSCM tahun 2003 menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58%. RS. Dr. Sarditjo melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin diatas 5 mg/dl dan 23,8% memiliki kadar bilirubin diatas 13 mg/dl. Data yang diperoleh dari RS.Dr.Kariadi Semarang agak berbeda dimana insidens ikterus fisiologi dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubin sebesar 13,1%. Didapatkan juga data insidens ikterus neonatorum di RS.Dr.soetomo Surabaya sebesar 13% pada tahun 2000 dan 30% pada tahun 2002,dan di RSUD pringadi medan didapatkan hasil yaitu pada tahun 2006 bayi kurang bulan 10 orang pasien dan bayi cukup bulan 9 orang pasien,sedangkan pada tahun 2007 bayi kurang bulan 18 orang pasien,dan bayi cukup bulan 10 orang pasien.
(Sastroasmoro, 2004)
Untuk KTI Lengkapnya silahkan download disini

ANEMIA SEDANG



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Anemia dalam kehamilan cukup tinggi berkisar antara 10% dan 20%. Defisiensi makanan memegang peranan yang sangat penting dalam timbulnya anemia, maka dapat dipahami bahwa frekuensi itu lebih tinggi di negeri yang sedang berkembang, dibandingkan dengan negeri-negeri yang sudah maju. Meurut penyelidikan Hoo Swie Tjiong, frekuensi anemia dalam kehamilan setinggi 18,5%, psedoanemia 57,9% dan wanita hamil dengan Hb 12gram/100ml atau lebih sebanyak 23,6%. Hb rata-rata 12,3 gram/ml dalam trimester I, 11,3gram/100ml dalam trimester 2, dalam 10,8gram/100ml dalam trimester III. Hal ini itu disebabkan karena pengenceran darah menjadi makin nyata dengan lanjutnya umur kehamilan, sehingga frekuensi anemia dalam kehamilan meningkat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, untuk mencapai target MDGs penurunan angka kematian ibu antara tahun 1990 – 2015 seharusnya 5,5% pertahun, namun data dari WHO, UNICEF, UNFPA dan Bank Dunia menunjukkan angka kematian ibu masih kurang dari 1% pertahun. Di Negara-negara berkembang 99% kematian ibu terjadi akibat masalah persalinan atau kelahiran. Kematian ibu di Negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian. Kematian ibu di Sembilan Negara maju dan 51 negara persemakmuran.
Di Indonesia angka kematian ibu mencapai 307 per 100.000 kelahiran ibu dan merupakan tertinggi di Asia Tenggara. Salah satu penyebab AKI yang dominan adalah Anemia. Banyaknya kasus Anemia membuat kondisi kesehatan perempuan Indonesia masih sangat rendah. Semua itu berpengaruh terhadap angka kematian ibu karena hamil dan melahirkan
Data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2008 mencapai 284/100.000 kelahiran hidup. Penyebab angka kematian ibu adalah perdarahan 50%, hipertensi 18,5%, infeksi 3,70%, abortus 9,26%, partus lama 3,70% dan penyebab lainnya 14,8% sedangkan kematian bayi disebabkan oleh BBLR, Asfiksia, Infeksi, dll dan penyebab angka kematian ibu (AKI) pada tahun 2009 diantaranya perdarahan 8 (61,53%), infeksi
 2 (15,4%) dll, 3 (23,1%). (Data dari Sulawesi Barat)
Download KTI lengkapnya disini